Koalisi Anyar Mega-Pro-II, Mungkinkah?

Koalisi Anyar Mega-Pro-II, Mungkinkah?

Gelora News
facebook twitter whatsapp

Penulis: Mpu Age (Pemerhati politik)

KOALISI ANYAR, Mega-Pro begitu kira-kira namanya? Misinya menurut berita yang patut dipercaya hanya satu: Menyelamatkan NKRI. Benarkah?

Jawabnya, _wallahu a’lam_ bishawab. Meski demikian, spekulasi tentang itu harus diakui sangat banyak. Dan terus terang, tumbuh dengan liar.

Selain itu pertemuan ini juga menambah kemarahan dari banyak pihak. Hebatnya, sekali ini yang marah dua kubu, 01 dan 02. Lho, kok?

Jujur, pertemuan ini jauh lebih seksi ketimbang pertemuan MRT. Meski Jokowi adalah presiden terpilih seperti keputusan MK, Megawati di mata banyak orang, jauh lebih kokoh. Paling tidak orang pasti mengingat _statemen_ Mega yang sering diulang-ulang: “Jokowi itu petugas partai!”. Dan fakta lainnya, tanpa Mega dan PDIP, Jokowi pasti tidak bisa jadi presiden.

Tapi, apakah kebenaran tentang koalisi Mega-Pro itu akan menjadi kenyataan? Jawabnya tentu masih kita tunggu. Paling tidak hingga 20 Oktober mendatang.

*Marah*
Yang unik dari pertemuan itu, selain lebih seksi, pertemuan juga menimbulkan kemarahan dari kubu 01. Kemarahan kubu 02, tidak sedramatis itu. Maklum, umat islam yang menjadi basis pendukung Prabowo, masih menunggu komando akhir dari Habib Riziek Shihab. Jadi, saat ini mereka lebih pada _wait and see_.

Sementara kemarahan kubu 01, justru sudah dipertontonkan oleh empat elit parpol pendukungnya: Surya Paloh (Nasdem), Erlangga Hartarto (Golkar), Cak Imin (PKB), dan Suharso Monoarfa (PPP). Selain itu, Surya Paloh pun langsung merangkul Anies Baswedan, Gubernur DKI dan diumumkan untuk menjadi capres Nasdem 2024.

Keempatnya lumrah marah, karena dari dua kegiatan besar yakni pertemuan MRT dan Nasi Goreng Teuku Umar, mereka sama sekali tidak dilibatkan. Bahkan, dari sumber yang patut dipercaya, mereka diberi tahu saja tidak. Padahal mereka merasa sudah paling berjasa.

Bukan hanya empat elit itu yang tidak diberitahu apalagi dilibatkan, LBP dan HP pun tidak disinggung-singgung. Nasib serupa juga dialami oleh elit Hanura, PKPI, dan PSI yang memang tak punya wakil di DPR RI. Pertanyaannya, ada apakah ini?

Menurut analisa saya, kedepan PDIP hampir pasti akan menggandeng Gerindra untuk menjalankan roda pemerintahan. Hubungan baik antara Mega dan Prabowo, bukan hanya basa-basi. Keduanya memiliki banyak kesamaan. Itulah yang menjadi dasar utamanya.

Jadi, jika Mega merasa lebih nyaman berbagi apa pun dengan Prabowo, masuk akal. Ini pun menjadi kelanjutan Mega-Pro-1, tahun 2009 di mana keduanya maju sebagai kontestan.

Selain itu, kasat mata, di periode pertama Jokowi, Mega justru telah ditinggalkan oleh para elit itu. Contoh paling nyata, Mega tidak bisa menggusur Menteri BUMN, Rini Sumarno meski telah memintanta berulang-ulang pada Jokowi. Ada kekuatan yang menahannya.
Jadi, jika sekarang Mega bertindak, tak ada yang salah. Sebagai pendukung utama, Mega tentu ingin memiliki peran yang lebih besar.

Kebetulan BG, ka BIN, yang berhasil mengejawantahkan dua pertemuan itu. Maklum sebelumnya LBP, Moeldoko, dan banyak pihak yang ditugaskan, gagal. BG sendiri memang sangat dekat bukan hanya dengan Mega, tapi juga dengan PDIP. Maka kloplah langkah itu.

*Mega-Pro-II*
Sekali lagi, ini analisa saya. Tampaknya Koalisi Mega-Pro jilid 2 tinggal selangkah lagi untuk diumumkan. Hebatnya, bukan hanya PDIP dan Gerindra yang ada dalam koalisi itu.

Golkar, PAN, PKS, dan PKB sangat mungkin ikutan pula dalam koalisi itu. Jika itu terjadi maka tinggal Nasdem dan PPP saja yang akan berada di luar. Eit, Demokrat pun tidak ada di dalam. Jika itu terjadi, maka akan menjadi sangat menarik. Lho, kok?

Golkar insyaa Allah dengan ketum barunya, Bamsoet, sudah dapat dipastikan tidak akan di luar. PKB, dengan kisah Kardus duren, juga tak akan mau menuai masalah. PAN meski tanpa Zulkifli Hasan yang pasti akan diganti karena tradisi satu periode dan PKS juga akan ikut mewarnai dan menjaga kepentingan umat dari dalam.

Dengan begitu, maka Jokowi ronde ke-2 yang diakui KPU, Bawaslu, dan MK insyaa Allah bisa berjalan lebih baik. Kepentingan umat diperhatikan, ulama bisa dengan tenang menjalankan fungsinya. Pintu bisnis dengan Cina dipersempit, dan pintu yang lebar diberikan untuk pengusaha dan pekerja dalam negeri. Hutang tidak bertambah lagi.

Mungkinkah hal itu terjadi? Wallahu A’lam bishawab. (*)
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita