GELORA.CO - Presiden Joko Widodo dinilai sengaja menutupi isi dari Keputusan Presiden tentang pembentukan Panitia Seleksi (Pansel) Calon Pimpinan (Capim) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) supaya tidak dikritisi masyarakat.
Hal itu disampaikan Direktur Pusat Studi Konstitusi Universitas Andalas, Ferry Amsari saat diskusi bertajuk "Pansel KPK: Tertutup dan Bermasalah" di Kantor YLBHI, Menteng, Jakarta Pusat, Minggu (28/7). Acara diskusi tersebut juga dihadiri Koalisi Masyarakat Sipil lain seperti Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), dan Indonesia Corruption Watch (ICW).
Menurut Ferry, pemerintah dan pansel dinilai telah menutup segala informasi kepada masyarakat terkait proses seleksi pimpinan KPK.
"Saya ingin menyatakan bahwa pansel sudah memulai proses seleksi ini dengan sengaja, baik pemerintah maupun pansel ya, tertutup dalam berbagai proses," ucap Ferry Amsari.
Salah satunya ialah tertutupnya pemerintah maupun pansel terhadap isi dari Keppres nomor 54/P tahun 2019 yang mengatur pembentukan Pansel capim KPK.
"Salah satu indikasi yang bisa kita katakan bahwa pansel ini bergerak tertutup adalah tidak bisanya publik mengakses untuk memperoleh Keputusan Presiden Nomor 54/P tahun 2019 tentang pembentukan Pansel itu sendiri," jelasnya.
Padahal, kata pakar hukum tata negara ini, jika masyarakat mengetahui isi dari Keppres tersebut, maka bisa mengkritik presiden melalui peradilan tata usaha negara.
"Jadi Keppresnya masih misterius sampai sekarang. Padahal Keppres itu menentukan banyak hal. Kalau ternyata publik tidak sepakat dengan pilihan Presiden melalui Keppres ini, publik semestinya bisa mengkritik Keputusan Presiden itu melalui peradilan tata usaha negara," katanya.
Namun karena pemerintah tertutup, masyarakat tidak bisa mengkritiki presiden berkaitan dengan Keppres tentang pembentukan pansel capim KPK tersebut.
"Tetapi dengan sengaja ditutupnya akses publik kepada Keppres ini, maka ada hambatan-hambatan tersendiri untuk mempermasalahkan Keputusan Presiden. Bahkan pansel sendiri tidak berani kemudian mencoba memperlihatkan kepada publik Keppres itu. Karena ada kemudian publik bisa mengkritisinya dengan baik," paparnya.
Dengan demikian, tertutupnya informasi publik tersebut dianggap Presiden Jokowi sengatan tertutup dan tidak terbuka dalam proses pemilihan pimpinan lembaga antirasuah tersebut.
"Sedari awal pansel memang sudah mulai dengan sebuah ketertutupan. Dan itu tidak lepas dari tertutupnya presiden dalam menyebarkan Keputusan Presiden itu sendiri," tandasnya. [rm]