GELORA.CO - Presiden Joko Widodo sempat mengungkap tiga falsafah Jawa dalam sebuah wawancara dengans salah satu TV swasta nasional. Ketiga falsafah yang disebut mantan walikota Solo itu memiliki makna yang tidak sederhana untuk dijalani.
Adapun ketiga falsafah tersebut adalah lamun siro sekti ojo mateni, lamun siro banter ojo ndhisiki, dan lamun siro pinter ojo minteri.
Wakil Ketua Umum DPP Partai Gerindra Arief Poyuono menyebut bahwa ketiga falsafah tersebut merupakan pegangan hidup dalam bermasyarakat. Sekaligus menjadi pesan moral bagi para elite politik. Khususnya, para pemimpin di negeri ini.
Dia kemudian menguraikan satu per satu makna dari falsafah tersebut. Lamun siro sekti ojo mateni artinya adalah meskipun kamu sakti atau kuat jangan suka menjatuhkan. Maknanya, jika seseorang memiliki sebuah kepandaian dan pengetahuan maka harus didedikasikan penggunaannya pada ajaran Tuhan Yang Maha Kuasa.
“Bukan untuk saling menjatuhkan dengan sesama kita,” ujarnya dalam keterangan tertulis yang diterima, Minggu (21/7).
Lamun siro banter ojo ndhisiki berarti jika kamu cepat, maka jangan mendahului. Makna dari falsafah ini adalah agar manusia selalu ingat kepada sang pencipta dan selalu waspasa. Sekalipun bisa lebih dahulu mengetahui sesuatu, jangan sampai mendahului kehendak Tuhan.
“Kita juga jangan mendahului keinginan-keinginan pribadi sebagai pemimpin, tetapi lebih mendahulukan hasrat dan keinginan masyarakat lebih dulu,” tegasnya.
Lamun siro pinter, ojo minteri memiliki arti bahwa meski kamu pandai, jangan sok pintar. Maknanya, kata Arief, jangan sampai sebuah kepandaian dan pengetahuan dijadikan untuk menipu rakyat.
“Apalagi menjebak rakyat. Tetapi kepandaian dan pengetahuan harus dgunakan untuk kebaikan sesama,” jelasnya.
Meski terlihat sederhana, Arief menyebut bahwa falsafah Jawa yang disampaikan Jokowi bermakna tinggi dan sulit untuk dijalani.
“Dan menurut saya, Kangmas Joko Widodo ini sudah menjalankan ketiga falsafah Jawa ini dalam kepemimpinan, kehidupan yang dijalankan selama ini,” pungkasnya.[rmol]