GELORA.CO - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menepis anggapan bahwa kasus-kasus yang sempat mangkrak bertahun-tahun sengaja dikebut menjelang akhir periode kepemimpinan KPK Jilid IV yang diketuai oleh Agus Rahardjo.
Sebut saja, kasus dugaan korupsi Pelindo II yang telah menetapkan RJ Lino sebagai tersangka meski hingga kini masih belum juga ditahan oleh lembaga antirasuah.
Jurubicara KPK, Febri Diansyah menegaskan bahwa pihaknya masih terus melakukan penyelidikan dan penyidikan semua kasus korupsi yang ada di KPK. Termasuk dengan mengupayakan penuntasan kasus korupsi Pelindo II.
"Karena yang menjadi prioritas adalah proses penanganan perkara ya. Penyidikannya dilakukan dengan semaksimal mungkin, maksimal dalam artian efisiensi dan efektivitas waktu dan juga kekuatan buktinya. Jadi penyidikan masih berjalan saat ini," kata Febri kepada wartawan di Gedung KPK, Kuningan Jakarta, Senin (1/7).
Karena itu, Febri membantah bahwa KPK akan mewariskan kasus-kasus yang bertahun-tahun sempat mangkrak. Sebab, KPK dalam setiap menetapkan tersangka suatu kasus tetap mengindahkan perinsip hukum dan asas praduga tak bersalah.
"Semua proses penyidikan itu keterkaitannya adalah dengan proses pengumpulan bukti dan tindakan-tindakan lain yang dilakukan. Waktu yang cukup lama ini juga menjadi perhatian bagi pimpinan KPK jilid saat ini. Bagaimanapun juga secara kelembagaan kasus ini menjadi tanggung jawab KPK," tuturnya.
Lebih lanjut, Febri menegaskan bahwa KPK tidak tebang pilih dalam menangani dan menuntaskan kasus dugaan tindak pidana korupsi. Apalagi, kata dia, pemberantasan korupsi dikait-kaitkan dengan kepentingan pimpinan negeri ini.
"Tak ada hubungannya dengan siapa yang memimpin dan yang memimpin di KPK ataupun rezim pemerintahan. Tidak ada kaitannya," tegas Febri.
"Jadi siapapun pimpinannya, penyidik dan penuntut umum tetap akan melaksanakan tugasnya sebagaimana mestinya," demikian Febri.
Kasus Pelindo II sendiri seakan jalan ditempat usai penetapan tersangka terhadap mantan Dirut PT Pelindo II, Richard Joost 2015 silam.
RJ Lino disangka telah melawan hukum dan menyalahgunakan wewenangnya sebagai Dirut PT Pelindo II untuk memperkaya diri sendiri, orang lain dan atau korporasi ketika memerintahkan penunjukan langsung terhadap perusahaan asal China, HDHM sebagai pelaksana proyek pengadaan tiga unit QCC di PT Pelindo II.
Tersangka kemudian disangkakan melanggar Pasal 2 Ayat (1) dan atau Pasal 3 UU nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP. [rmol]