Fahri Hamzah: Pidato Visi Indonesia Jokowi, Minim Ide Dasar Negara

Fahri Hamzah: Pidato Visi Indonesia Jokowi, Minim Ide Dasar Negara

Gelora Media
facebook twitter whatsapp

GELORA.CO - Wakil Ketua DPR RI Fahri Hamzah mengkritisi pidato Visi Indonesia yang disampaikan Presiden Joko Widodo atau Jokowi pada Minggu (14/7/2019) malam. Menurut dia, pidato Jokowi minim isi karena tidak mewakili ide dasar negara.

"Saya aja mencoba mendengar dan membuat catatan. Pidato presiden Jokowi 24 menit itu cuman segini aja catatannya," kata Fahri dalam pesan singkatnya yang diterima wartawan, Senin (15/7/2019). 

Visi Indonesia yang disampaikan Presiden Jokowi, sambung inisiator Gerakan Arah Baru Indonesia (GARBI) itu, minim ide yang mewakili dasar dalam bernegara. Yakni, Indonesia sebagai negara hukum yang demokratis sebagai metode dasar bernegara.

Fahri juga menilai pidato Jokowi itu sangat berbau semangat pembangunan seperti yang digaungkan saat zaman Orde Baru. Ia mengatakan pidato itu berpotensi mereduksi tegaknya bangunan demokrasi di Indonesia pasca reformasi.

"Terus terang pidato itu seperti yang saya katakan sangat berbau pembangunanisme. Mereduksi narasi besar kita pasca 21 tahun reformasi, yaitu tentang negara sebagai penjamin tegaknya demokrasi dan negara hukum yang demokratis," ujarnya.

Di sisi lain, kata Fahri, hal lain di luar prinsip pembangunan berpotensi disingkirkan oleh pemerintah. Karena kalau memakai perspektif pembangunanisme, sepertinya ada yang dijanjikan sebagai kemajuan ekonomi, maka yang lain-lain dapat dijadikan korbankan.

"Nah, penilaian saya, pidato "pembangunanisme" ala Jokowi itu mirip dengan trilogi pembangunan yang diterapkan oleh pemerintah zaman Orde Baru. Trilogi pembangunan itu, seperti stabilitas politik, pertumbuhan ekonomi dan pemerataan. Jadi seperti trauma kita mendengar trilogi pembangunan di zaman Orba dulu," katanya.

Tak hanya itu, Fahri juga menyoroti pidato Jokowi yang menyatakan tidak ada tempat bagi siapa pun yang mengganggu Pancasila. Ia khawatir ideologi tersebut akan digunakan Jokowi untuk "memukul" para pengkritiknya di 5 tahun kepemimpinannya ke depan.

"Kemungkinan kita tak bisa diskusi lagi soal itu, atau negara menggunakan ideologi untuk memukul orang yang mengkritik terhadap pembangunanisme negara," cetusnya seraya juga menilai bahwa pidato Jokowi berpotensi untuk membungkam oposisi.

Salah satunya, meurut penilaian Fahri adalah pihak oposisi dilarang untuk mengkritik dan menghina kinerja pemerintah. Karena oposisi diberikan syarat-syarat, seperti harus santun, harus sesuai budaya ketimuran, harus tak menghina dan sebagainya.

"Yang embel-embel belakangnya nanti dapat menjadi sebab bagi pembungkaman terhadap oposisi," katanya.

Bukan hanya mengkritisi, Fahri Hamzah juga menantang orang-orang yang berdiri di pihak Jokowi untuk berdebat dengannya perihal Visi Indonesia yang dipaparkan oleh Presiden terpilih 2019-2024 itu.

"Ayolah kaum liberal yang sekuler yang selama ini membela Jokowi, jadilah jubir yang baik. Bangun narasi yang bisa kita peebincangkan dan perdebatkan dong. Ayolah bela pidato Visi Indonesia itu. Pengen dengar nyanyi kalian, agar bangsa ini segar dengan dialektika," tantang Anggota DPR dari Dapil Nusa Tenggara Barat (NTB) itu lagi.

Sebab, kata politisi PKS itu, dirinya mengaku tidak paham dengan beberapa poin yang dianggap seharusnya ada dalam visi tersebut. Padahal, setelah pidato Jokowi ia berharap akan banyak juru bicara yang menjelaskan apa makna pidato itu.

"Ayolah yang pinter-pinter muncul dong. Sebab banyak juga yang nggak paham, saya misalnya nggak paham tentang "hilangnya" konsep negara hukum dalam pidato itu. Saya agak khawatir..!" pungkas Fahri Hamzah.

Seperti diketahui, pidato Presiden Jokowi berjudul Visi Indonesia membahas soal lima tahapan yang akan dibangun selama lima tahun kepemimpinannya ke depan. Pertama, melanjutkan pembangunan infrastruktur. Kedua, pembangunan sumber daya manusia.

Ketiga, mengundang investasi seluas-luasnya. Keempat, reformasi birokasi. Kelima, jaminan penggunaan APBN yang fokus dan tepat sasaran. [tsc]
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita