GELORA.CO - Ada dua makna penting di balik pernyataan Kepala Staf Presiden, Moeldoko terkait dengan rekonsiliasi Jokowi-Prabowo yang dinilainya bukan lagi agenda prioritas.
Termasuk ungkapan bahwa rekonsiliasi akan mengganggu kinerja presiden terpilih, Jokowi.
"Pertama, makna denotatif politik. Yaitu wacana rekonsiliasi memang sudah atau menjadi basi dibicarakan. Semakin menjadi diskursus publik malah kontraproduktif dan semakin sulit terwujud," kata pengamat politik Igor Dirgantara, Selasa (9/7).
Dewasa ini, kata Igor, tuntutan rekonsiliasi kedua calon presiden ini makin banyak digaungkan. Bahkan hal itu tak serta merta mendukung adanya rekonsiliasi, namun tak sedikit yang menanggapi miring.
"Tekanan, kritik, dan tuntutan dari opsi pertemuan rekonsiliasi Jokowi-Prabowo semakin liar dan cenderung memperlebar perbedaan atau pembelahan antara pendukung 01 dan 02 yang terjadi saat kampanye Pemilu 2019 lalu," paparnya.
Kedua adalah makna konotatif politik. Dijelaskan Igor, ucapan Moeldoko tersebut adalah sebaliknya, bahwa rekonsiliasi Jokowi-Prabowo memang penting dilakukan.
"Tetapi hal itu (pembahasan) harus berada di level elite, bukan menjadi konsumsi publik lagi. Semakin menjadi wacana publik, maka rekonsiliasi menjadi negosiasi dan bargaining yang alot," tandasnya. [md]