GELORA.CO - Tak lama lagi, momen penting bagi pasar keuangan tanah air akan segera tiba. Pada awal bulan depan, Badan Pusat Statistik (BPS) akan merilis angka pertumbuhan ekonomi Indonesia untuk periode kuartal II-2019.
Rilis data ini menjadi begitu penting jika mengingat perekonomian Indonesia tumbuh jauh di bawah target para ekonom pada tiga bulan pertama tahun ini. Untuk periode kuartal I-2019, BPS mencatat bahwa perekonomian Indonesia tumbuh sebesar 5,07% secara tahunan (year-on-year/YoY), jauh lebih rendah dibandingkan konsensus yang dihimpun CNBC Indonesia sebesar 5,19% YoY.
Bila pertumbuhan ekonomi pada tiga bulan kedua tahun 2019 kembali berada di bawah ekspektasi, tentu pertumbuhan ekonomi untuk keseluruhan tahun 2019 hampir bisa dipastikan akan mengecewakan. Asal tahu saja, pemerintah mematok target pertumbuhan ekonomi untuk tahun 2019 di level 5,3%.
Sekuritas-sekuritas besar berbendera asing kini memproyeksikan bahwa perekonomian Indonesia akan tumbuh di bawah 5% pada tahun 2019. Melansir konsensus yang dihimpun oleh Bloomberg, JPMorgan Chase dan Goldman Sachs Group memproyeksikan ekonomi Indonesia tumbuh 4,9% pada tahun ini, sementara Deutsche Bank menaruh proyeksinya di level 4,8%.
Kalau kita berkaca ke belakang, sudah lama sekali perekonomian Indonesia terbilang loyo. Bahkan, loyonya perekonomian Indonesia sudah terjadi di masa awal kepemimpinan Joko Widodo (Jokowi) sebagai presiden.
Perekonomian Indonesia selalu tak mampu tumbuh sesuai target, baik itu target dari para ekonom maupun target dari pemerintah sendiri. Pada tahun 2015, dalam APBNP ditargetkan bahwa pertumbuhan ekonomi adalah sebesar 5,7%. Kenyataannya, perekonomian hanya tumbuh sebesar 4,79%, dilansir dari data yang disajikan Refinitiv.
Pada tahun 2016, APBN-P menyebut bahwa target pertumbuhan ekonomi berada di level 5,2%. Namun, realisasinya ternyata hanya sebesar 5,02%. Beralih ke tahun 2017, dalam APBN 2017 target pertumbuhan dipatok di level 5,1%. Tak puas sampai di situ, pemerintah seolah menyombongkan diri dengan menaikkan target menjadi 5,2% dalam APBN-P 2017. Padahal, biasanya target justru diturunkan dari yang dicanangkan di APBN. Kenyataannya, realisasi pertumbuhan ekonomi hanyalah 5,07%.
Untuk tahun 2018, pemerintah tidak mengajukan APBN-P ke DPR. Dalam APBN 2018, pertumbuhan ekonomi dipatok di level 5,4% dan yang terealisasi hanyalah 5,17%.
Tak usahlah kita berbicara mengenai target pertumbuhan ekonomi 7% yang dengan begitu manis dijanjikan oleh Jokowi pada saat kampanye untuk pemilihan presiden tahun 2014. Nyatanya, Jokowi tak pernah bisa membawa pertumbuhan ekonomi keluar dari batas bawah 5%.
Kalau dibilang pertumbuhan ekonomi di batas bawah 5% tersebut tinggi, sebenarnya tidak juga. Negara-negara tetangga banyak yang perekonomiannya tumbuh lebih kencang ketimbang Indonesia.
Perekonomian China misalnya, tumbuh hingga 6,4% secara tahunan pada kuartal-I 2019. Kemudian, masih pada kuartal-I 2019, perekonomian India dan Filipina melaju lebih pesat ketimbang Indonesia.
Akibatnya pertumbuhan ekonomi rendah, pengangguran jadi sulit diberantas. Di sini kita berbicara masalah kemakmuran masyarakat Indonesia. Ternyata, tingkat pengangguran di Indonesia merupakan salah satu yang tertinggi jika dibandingkan dengan negara-negara tetangga. Dari beberapa negara di kawasan Asia yang kami kumpulkan datanya, tingkat pengangguran di Indonesia merupakan yang tertinggi ketiga. [cb]