GELORA.CO - Peneliti departemen politik dan perubahan sosial dari lembaga CSIS, Arya Fernandes, menilai presiden terpilih Jokowi tak perlu menambah partai ke dalam koalisi pemerintah. Ini menyusul desas-desus Gerindra akan bergabung ke koalisi Jokowi pascapertemuan Prabowo Subianto dengan Jokowi di Stasiun MRT beberapa waktu lalu, dan pertemuan eks capres 2019 itu dengan ketum PDIP, Megawati Soekarnoputri.
“Menurut saya, tidak ada kebutuhan khusus bagi Presiden Jokowi untuk menambah koalisi. Dengan mempertahankan 60 persen saja (di Parlemen), itu sudah kuat,” kata Arya di Gedung DPR, Jakarta, Kamis (25/7).
Dia mengatakan, Jokowi terbukti gagal mengelola koalisi pada periode sebelumnya, sehingga akan berat mengontol koalisi gemuk jika tambah digemukkan lagi. Ditambah lagi arah politik Gerindra memang ‘berseberangan’ dengan Jokowi.
“Saya tidak bisa bayangkan dengan kemampuan lemah dalam mengelola koalisi dalam periode sebelumnya, ditambah lagi sekarang akan masuk partai dengan perilaku politik yang berbeda. Kita akan membayanglan betapa rumitnya pemerintah mengelola koalisi gemuk itu,” kata dia.
Melihat fenomena politik itu, Arya menilai ada potensi muncul dua blok di koalisi Jokowi. Ini berkaca dari pertemuan ketum NasDem dengan 3 pimpinan partai Koalisi Indonesia Kerja (KIK) lainnya, yakni PKB, Golkar, dan PPP.
Hal yang menjadi aneh adalah PDI Perjuangan tidak ikut serta dalam pertemuan itu. Analisa dua blok itu semakin diperkuat saat Megawati memilih untuk menjamu Prabowo di rumahnya.
“Akan muncul juga potensi munculnya dua blok koalisi di internal. Kemarin ada beberapa partai bertemu, mereka sejak lama bertemu, sejak masa kampanye, tapi tiba-tiba PDIP naik bus. Atau ada pertemuan di Lebak Bulus, di Teuku Umar, mereka (4 partai KIK) tidak diajak omong.Nah itulah potensi keretakan koalisi,” kata dia.
Dia menjelaskan, blok pertama diisi oleh NasDem, PKB, PPP, dan Golkar. Blok pertama ini bisa saja dikomandoi oleh NasDem atau Golkar.
Kemudian, satu blok lagi akan dikomandoi oleh PDIP ditambah Gerindra. Arya mengatakan, ini adslah satu kerumitan yang akan terjadi jika koalisi Jokowi makin gemuk.
“Situasi ini betul-betil menyulitkan bagi posisi Pak Jokowi,” kata Arya. Terkait hal ini, Arya melihat bjsa saja hal itu dilakukan Jokowi untuk melihat siapa saja yang loyal.
Selanjutnya, Arya juga memperkirakan bahwa akan ada tiga skema skenario dalam koalisi Jokowi. Pertama, Jokowi akan mempertahankan koalisi 01 ditambah Gerindra.
Kedua, koalisi 01 ditambah Gerindra, atau PAN, atau bisa saja Demokrat. Skema skenario terakhir yakni Jokowi akan tetap mempertahankan koalisi yang sudab terbentuk sejak awal.
“Tapi memang ini tidak mudah bagi Jokowi juga. Bisa saja, partai yang ada di 01 akan melakukan renegosiasi ulang terhadap apa yang dilakukan PDIP dan Gerindra. Itu akan menyulitkan posisi Jokowi. Kalau tiba/tiba mereka mengancam keluar? Ini juga akan membuat situasi maki rumit,” ucapnya. [ns]