GELORA.CO - Polemik status anak perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) ternyata pernah diputuskan oleh Presiden Joko Widodo melalui Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2016.
PP tersebut, berisikan perubahan atas PP No 44 Tahun 2005 tentang Tata Cara Penyertaan dan Penatausahaan Modal Negara pada BUMN dan Perseroan Terbatas.
Dalam PP 72 Tahun 2016 Pasal 2A Ayat 2, dijelaskan bahwa anak perusahaan BUMN adalah perusahaan yang modalnya berasal dari kekayaan negara berupa saham BUMN. Dalam hal ini, negara wajib memiliki saham dengan hak istimewa yang diatur dalam anggaran dasar.
Pada Ayat 7 di pasal yang sama, diatur bahwa anak perusahaan BUMN diperlakukan sama dengan BUMN setidaknya dalam dua hal.
"Pertama, mendapatkan penugasan Pemerintah atau melaksanakan pelayananan umum, dan kedua, mendapatkan kebijakan khusus negara dan/atau Pemerintah, termasuk dalam pengelolaan sumber daya alam dengan perlakuan tertentu sebagaimana diberlakukan bagi BUMN," bunyi Ayat 7 pada pasal yang sama atau Pasal 2A.
PP Nomor 72 Tahun 2016 itu diteken langsung oleh Presiden Jokowi pada tanggal 30 Desember 2016.
Sebelumnya, polemik kedudukan anak perusahaan BUMN ini mencuat dengan terungkapnya jabatan Cawapres Maruf Amin sebagai Dewan Pengawas Syariah Bank Syariah Mandiri dan BNI Syariah. Dua bank itu, diketahui sebagai anak usaha BUMN.
Dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu diatur bahwa setiap orang yang terjun ke dalam politik praktis seperti menyalonkan diri menjadi Capres dan Cawapres wajib mengundurkan diri dari jabatan di BUMN.
Selain itu, kemarin di persidangan MK, kubu 02 juga meminta agar MK mempertimbangkan dan memutus paslon 01, Jokowi-Maruf untuk didiskualifikasi dari Pilpres 2019 karena status Maruf yang tercatat di dua bank syariah.
Menurut kubu 02, pencalonan Maruf melawan aturan hukum dan sudah sepantasnya dianulir dari pencalonan di Pilpres 2019. [rm]