GELORA.CO - Pakar Hukum Tata Negara, Refly Harun memberikan penilaian atas sikap hakim Mahkamah Konstitusi (MK) dalam sidang perdana sengketa hasil pilpres, Jumat (14/6/2019).
Refly menilai ada ketidaktegasan dari sikap hakim dalam menangani sidang.
Penilaian itu dikemukakan Refly saat menjadi narasumber acara 'Kabar Petang' di tvOne, dikutip TribunWow.com, Sabtu (15/6/2019).
Ia tampak mempertanyakan basis permohonan apa yang dipakai oleh MK saat sidang berlangsung.
"Jadi kalau terkait dengan sikap hakim MK, saya melihat ada ketidaktegasan," ujar Refly.
"Saya harus fair kan, ada ketidaktegasan sebenarnya basis permohonan itu mana yang dipakai."
"Apakah permohonan tanggal 24 Mei atau apakah permohonan yang terakhir, tanggal 10 Juni ya," sambungnya.
Terkait itu, Refly lantas menjelaskan apa yang seharusnya dilakukan oleh MK terlebih dahulu.
"Tetapi sifat pengadilan itu kan sebenarnya apa yang disampaikan di depan persidangan itu lah sebagai bagian dari permohonan yang justru harus dicatat terlebih dahulu," jelas Refly.
"Karena itu yang saya bayangkan, sebenarnya kan dalil yang lima itu sudah ada di dalam permohonan awal, dalil kualitatif yang lima."
"Tetapi yang kuantitatif itu kayaknya banyak sekali dibandingkan dengan permohonan awalnya, kan begitu," imbuhnya.
Selain itu, dirinya juga menyoroti soal dua dalil dugaan kecurangan pilpres yang disampaikan tim kuasa hukum 02 Prabowo Subianto-Sandiaga Uno kepada kubu 01, Joko Widodo (Jokowi)-Ma'ruf Amin.
Ia menilai ada dua dalil permohonan yang kemungkinan bisa diterima atau tidak oleh MK.
"Tetapi ada dua dalil baru yang mudah-mudahan tidak salah, tidak saya temukan di awal," kata Refly.
"Yaitu mengenai status Ma'ruf Amin, yang kemudian mengenai LHKPN (Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara) dan sumbangan dana kampanye."
"Saya tidak tahu sikap hakim MK, apakah menerima itu sebagai sebuah dalil permohonan atau tidak, karena ini akan terkait dengan proses pembuktian," tandasnya.
Simak videonya dari menit pertama.
Dikutip dari Tribunnews.com, ada sembilan hakim yang menangani gugatan sengketa hasil pilpres.
Kesembilan hakim tersebut yakni Anwar Usman, Aswanto, Arief Hidayat, Wahiduddin Adams, I Dewa Gede Palguna, Suhartoyo, Manahan M.P Sitompul, Saldo Isra, dan Enny Nurbaningsih.
Sementara itu, diberitakan sebelumnya, pengajuan permohonon yang diajukan kubu 02 berisikan 7 poin.
Sedangkan dalam permohonan baru, ada 15 poin yang diajukan, dan beberapa di antaranya mengalami perubahan.
Dilansir oleh Kompas.com, pihak termohon keberatan dengan tim hukum Prabowo-Sandi yang membacakan perbaikan permohonan.
Pihak termohon paslon Joko Widodo (Jokwi)-Ma'ruf Amin melalui pengacaranya, Yuzril Ihza Mahenda berpendapat PMK, seharusnya yang digunakan dalam persidangan adalah permohonan pertama yang diserahkan pada 24 Mei 2019, bukan permohonan perbaikan yang disampaikan 10 Juni 2019.
Meski demikian, hakim MK meminta perbaikan permohonan tidak lagi dipersoalkan.
Hakim meminta agar masalah itu diserahkan kepada majelis hakim.[tn]