GELORA.CO - Desakan internal kader Partai Demokrat untuk menggelar Kongres Luar Biasa (KLB) menjadi sorotan. Pasalnya, beberapa pihak menilai kepemimpinan SBY sebagai ketua umum sejauh ini terlihat baik-baik saja.
Peneliti politik Pusat Studi Demokrasi dan Partai Politik (PSDPP) Dedi Kurnia Syah mengatakan, wacana KLB Demokrat penanda adanya ketidakharmonisan di tubuh Demokrat paska Pemilu. Menurut dia, hal itu erat kaitan dengan hasil pemilu yang menempatkan Demokrat sebagai partai minoritas.
“KLB ini sebagai jawaban bahwa kader menyadari SBY tidak lagi miliki taji elektoral” kata Dedi di Jakarta, Senin (17/6).
Sementara, dari sisi waktu KLB disuarakan agar dapat menghasilkan keputusan pemberhentian SBY sebagai ketua umum sebelum Oktober 2019. Menurutnya, Oktober dijadikan deadline karena pemerintahan baru dimulai bulan tersebut.
“Artinya Demokrat ingin ada keputusan strategis sebelum itu, dan bisa saja wacana KLB menguat karena ada dua kepentingan yang saling berseberang di tubuh Demokrat. Antara tetap berada di koalisi atau bergabung dengan pemerintah,” kata Dedi.
Selain sebagai bentuk kekecewaan hasil Pemilu, Dedi menduga ada upaya dari penyuara KLB untuk menghentikan langkah politis AHY. Ia mengatakan aktifitas AHY dalam safari politik sepanjang waktu ini, bisa diterjemahkan sebagai upaya mereplika ketua umum, bagi kader potensial hal itu tidak menguntungkan.
“Sehingga KLB dikemukakan agar proses regenerasi berjalan jauh sebelum AHY benar-benar menguasai Demokrat” ujarnya.
Ia menambahkan, jika KLB berhasil digelar dan SBY harus tunduk keputusan KLB dengan tidak lagi memimpin Demokrat, maka ada harapan AHY kehilangan posisi strategis.
“Sebab, sangat kecil kemungkinan AHY berhasil ambil alih posisi Ketum dari proses KLB yang terbuka,” ujar Dedi. [ns]