GELORA.CO - Tokoh inti gerakan perjuangan referendum dan sipil Aceh yang dikenal hingga ke seantero dunia sejak 1999, Muhammad Nazar mengharapkan pemerintah pusat tidak perlu terlalu keras merespon permintaan referendum yang dilontarkan mantan Panglima GAM, Muzakir Manaf.
"Pemerintah Pusat kita harap tetap bijak melihat setiap perbedaan pandangan di Aceh. Perlakukan saja itu sebagai kebebasan berpendapat. Di Aceh kata referendum menjadi sesuatu yang biasa didiskusikan dalam sisi ilmu sosial politik, HAM dan demokrasi. Pemerintah harus dapat membedakan antara kekecewaan parsial atau depresi psiko sosial politik temporal dengan gerakan ideologis berkelanjutan," kata Muhammad Nazar di Jakarta, Minggu (2/6/2019).
Wagub Aceh periode 2007-2012 ini menyatakan hal itu terkait beberapa pernyataan pejabat tinggi negara yang ingin menindak Muzakir Manaf secara hukum.
Muhammad Nazar yang pernah menggerakkan perjuangan referendum penentuan nasib sendiri untuk Aceh dan melakukan lobi internasional bersama para aktivis SIRA lainnya hingga ke berbagai negara, bahkan pernah ditangkap dan dipenjarakan berkali-kali.
"Menurut saya, yang disampaikan Muzakir Manaf itu hanya kekecewaan sementara terkait kekalahan pasangan Prabowo-Sandi secara umum di tingkat nasional. Sedangkan di Aceh pasangan itu menang mutlak. Jadi hal itu bukan sesuatu yang ideologis. Muzakir Manaf juga sudah minta maaf. Artinya kan ada keterlanjuran. Maka pemerintah pusat tidak boleh sama-sama terlanjur tidak bijak. Ya pemerintah wajib bijak," ujar Mauhammad Nazar.
Disebutkan dalam AD/ART Partai Aceh jelas berdasarkan Pancasila, selain Muzakir Manaf sendiri adalah Ketua Pembina Partai Gerindra.
"Nah, kalau bicara Partai Gerindra kan tidak mungkinlah bertujuan memerdekakan Aceh. Maka saya juga menyebutkan ucapan referendum beberapa hari lalu itu lebih mirip sinetron politik yang tak ada manfaat," kata Nazar.
"Maka saya ingatkan ke publik dan yang tiba-tiba terpengaruh dengan kata referendum agar masyarakat jangan sampai jadi korban. Sekaligus saya telah menyerukan agar mulai saat ini jangan ada tokoh Aceh yang mau dieksploitasi pihak lain dengan mendorong penggunaan simbol-simbol perjuangan yang pernah ada di Aceh seperti gerakan referendum," jelas Nazar.
Sebelumnya, Muhammad Nazar merespon pernyataan referendum Muzakir Manaf atau Mualem dari sisi psiko sosial politik temporal.
Nazar meminta Aceh tetap fokus dulu kepada penyelesaian masalah-masalah lokal seperti pembangunan yang harus merata, sumber daya manusia, perekonomian yang harus memakmurkan dan mensejahterakan.
"Rakyat Aceh dan para tokohnya harus siap menghadapi tantangan apapun yang terjadi di Indonesia ke depan. Jangan sampai para tokoh dan rakyat Aceh ikut dalam irama gendang dan susupan orang atau musuh terus menerus. Itulah tujuan inti saya. Bukan untuk membenci seseorang.Apalagi Muzakkir Manaf dan saya sama-sama pejuang dalam sisi yang sebagian besarnya berbeda, tapi tujuannya sama-sama untuk perbaikan Aceh," ujar Nazar.
Membandingkan dengan pemilihan gubernur Aceh pada 2012, yang juga diikuti Muhamad Nazar berpasangan dengan Nova Iriansyah sebagai cawagub, Muhammad Nazar menyatakan dirinya langsung mengucapkan selamat kepada pemenang pasangan Zaini Abdullah-Muzakir Manaf, sebagai bentuk sportivitas.
Nazar waktu itu menolak ajakan ikut menggugat ke MK oleh beberapa pasangan cagub lain yang kalah dalam Pilkada yang sama karena alasan kecurangan serius dan intimidasi.
Alasan Nazar, semua demi kebaikan Aceh.
"Meski kala itu siapapun tahu terjadi kecurangan terbuka dan massif. Bahkan kecurangan dibiarkan karena ada semacam arahan dari pemerintah Pusat untuk kepentingan menyukseskan masa transisi awal-awal masa perdamaian Aceh. Namun kalau sekarang hal itu seyogyannya tidak boleh terjadi lagi. Tetapi tetap banyak terjadi, khususnya dalam pileg 2019 di seluruh Aceh," kata Muhammad Nazar.[tn]