GELORA.CO - Mahkamah Konstitusi (MK) menolak dalil Prabowo Subianto – Sandiaga Uno soal tidak netralnya aparat Polri, TNI dan BIN sehingga ikut berusaha memenangkan pasangan capres dan cawapres 01, Joko Widodo – KH Ma’ruf Amin di Pilpres 2019.
Hakim MK Wahiduddin Adams menyatakan pemohon mendalilkan terjadi kecurangan dalam bentuk ketidaknetralan aparat BIN dan Polri, antara lain arahan presiden petahana agar membantu menyosialisasikan program pemerintah ke masyarakat.
Kemudian, pemetaan dukungan untuk paslon Jokowi – Ma’ruf sampai ke desa, sebagaimana pengakuan Kapolsek Pasirwangi. Adanya informasi Polri membentuk buzzer di media sosial dengan merekrut 100 orang per Polres se Indonesia yang terorganisir sampai ke Mabes Polri sebagaimana diungkap salah satu akun Twitter.
Tidak hanya itu, Prabowo – Sandi juga mempersoalkan kedekatan Kepala BIN Budi Gunawan dan Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri, yang merupakan pendukung paslon Jokowi – Ma’ruf. Kemudian, pernyataan Presiden keenam RI Susilo Bambang Yudhoyono soal ketidaknetralan aparat BIN, Polri, dan TNI.
Pertemuan antara Budi Gunawan dengan Gubernur Papua Lukas Enembe dan ketua DPD Partai Demokrat Papua 5 September 2017. Beda perlakuan antara pendukung tagar ganti presiden dan Jokowi dua periode.
Pemohon mengajukan bukti dan saksi antara lain Rahmadsyah untuk membuktikan dalilnya. "Pihak termohon sudah membantah dalil pemohon. Termohon menyatakan pemohon tidak mampu menguraikan jelas apa hubungan dan sejauh mana korelasinya antara pelanggaran yang dituduhkan dengan perolehan suara pemohon dan pihak terkait," kata Wahiduddin membacakan putusan seperti dikutip dari JPNN.
Pihak terkait juga demikian. Pihak terkait menyatakan Kapolri Jenderal Tito Karnavian sudah memerintahkan anggota Polri menjaga netralitas, sebagaimana dalam sejumlah surat telegram yang diedarkan. Kapolsek Pasirwangi juga sudah meralat keterangannya dan persoalan itu tidak pernah dilaporkan ke Bawaslu.
"Pernyataan SBY juga tidak berhubungan dengan Pilpres 2019, tetapi Pilkada 2018. Menurut terkait, ucapan SBY dipenggal dan dimanipulasi pemohon seakan terkait Pilpres 2019. Dalil kedekatan BG dan Megawati sehingga memengaruhi netralitas juga mengada-ngada, dan tidak ada relevansinya dengan pemilu. Kehadiran BG di ultah PDIP merupakan suatu hal yang lumrah. Ultah PDIP juga dihadiri pejabat lain, dan diliput media," tuturnya.
Menyambung pembacaan putusan, hakim Aswanto menyatakan, setelah memeriksa bukti pemohon seperti bukti, surat, tulisan, video, maupun saksi Rahmadsyah, mahkamah tidak menemukan bukti yang meyakinkan perihal kebenaran tentang terjadinya peristiwa yang oleh permohon didalilkan ketidaknetralan aparatur negara.
Misalnya, bukti P 111 rekaman video. Terlepas dari persoalan cara persoalannya, setelah diperiksa seksama, isinya adalah imbauan presiden kepada jajaran TNI dan Polri untuk menyosialisasikan program pemerintah. Hal itu merupakan sesuatu yang wajar dilakukan presiden sebagai kepala negara dan pemerintah. “Tidak ditemukan ajakan memilih calon tertentu,” kata Aswanto di persidangan.
Sementara itu, bukti yang diajukan pemohon untuk mendalilkan adanya penggalangan dukungan 01, informasi Polri membentuk buzzer medsos mendukung Jokowi – Ma’ruf, dugaan Polri mendata kekuatan dukungan capres ke seluruh desa seluruhnya hanya fotokopi berita online yang tidak bisa dijadikan bukti peristiwa itu benar terjadi tanpa didukung bukti lain.
Walau peristiwa terjadi, kata dia, masih dibutuhkan bukti lain karena harus dibuktikan pengaruhnya terhadap pemilih. Soal kedekatan Pak BG dan Bu Mega, jika itu benar, apakah itu serta merta BIN diperalat paslon 01 hanya karena alasan PDIP yang diketuai Mega mendukung 01. “Jika hal itu dikaitkan dengan peristiwa itu, dan jika benar, apa pengaruhnya terhadap perolehan suara masing-masing pasangan calon,” katanya. [mc]