Majelis Kayu (MK) Pemukul

Majelis Kayu (MK) Pemukul

Gelora News
facebook twitter whatsapp

Oleh M Rizal Fadillah 

Ketika membandingkan Esemka dengan Emka dan harapan agar keduanya berbeda ternyata yang diperlihatkan dalam persidangan 27 Juni ini Emka itu sama juga dengan Esemka. Dikira janji sama dengan bukti. Putusannya ternyata mobil kayu yang bukan mobil bagus apalagi mewah seperti dalam foto sang Ketua. Begitu sempit menafsirkan hukum. Nuansa Mahkamah Kalkulator masih terasa. Ada asa saat dinyatakan di samping kuantitatif juga akan menilai aspek kualitatif. Ternyata kualitatif yang dimaksud adalah prosedural yang dikaitkan dengan telah atau belum dijalankan prosedur hukum oleh lembaga terkait. Tidak pada benar atau tidaknya prosedur atau hasil pemeriksaan tersebut.  

Hakim masih menempatkan diri sebagai "terompet undang-undang" dan fokus pada "kewenangan terbatas". MK bukan solusi tapi ternyata tukang pukul yang dapat menambah riuh keadaan. Tiga ketukan yang menggantungkan proses kompetisi, yaitu:

Pertama, kebenaran yang "confused" di satu sisi menganut kebenaran "formil" dimana jika telah diperiksa dan diputuskan oleh Bawaslu maka MK tak berwenang memeriksa, di sisi lain ketika ada bukti video lalu dipertanyakan lokasi, waktu, tindak lanjut pengaduan, apa hubungan dengan hasil suara. Ini artinya kebenaran "materil" yang dikejar. 

Kedua, hukum kausalitas tentang hubungan  kesalahan administratif dengan hasil suara. MK menganut asas nyata dan langsung. Ujung pertimbangan selalu kaitan signifikansi dengan hasil suara. Masalah status Ma"ruf Amin yang jadi polemik nampak dianggap selesai di KPU karena tak dikasuskan pada tingkat Bawaslu atau PTUN. Padahal karena keliru administrasi seperti ini tak mungkin pasangan 01 menjadi pemenang. 

Ketiga, hebatnya MK menciptakan kesan melalui logika dan tafsir hukum seakan kemenangan pasangan 01 itu bersih dari kecurangan. Semua bisa dihapus. Permohonan 02 sepertinya dicitrakan mengada ada dengan bukti bukti yang lemah. Ternyata persidangan bisa menjadikan hukum menjadi pembenar kecurangan. Halus tentu. 

Mengikuti pembacaan Putusan sangat kentara sekali MK adalah bagian dari paket komplit hidangan 01. Bawaslu dan KPU adalah elemen  paket. MK menjadi Majelis yang sambil duduk lalu memukul. Palu tak perlu dari besi cukup terbuat dari kayu. Karena fungsi MK adalah kayu pemukul. 

Awalnya diduga MK akan menetapkan vonis yang bersifat futuris dan berorientasi demi kebaikan bangsa. Namun ternyata tidak, justru Mahkamah menjadi "advokat" dan "algojo" dalam paket komplit 01 itu. MK lupa bahwa kecurangan tak bisa dihapus akan fakta dan jejak kebrutalannya. Memori rakyat cukup kuat. 

Sebagaimana difahami MK sebagai proses hukum mungkin benar adalah final, akan tetapi mengingat Pilpres adalah proses politik maka MK bukanlah final. Asas perjuangan untuk mengkritisi kecurangan dan penegakkan kedaulatan rakyat akan berkelanjutan. MK membuktikan bahwa putusan ternyata belum menjamin kejujuran, keadilan, dan kebenaran. 

Bandung, 27Juni 2019 (*)
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita