GELORA.CO - Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD menduga ada sejumlah pihak yang kerap memanfaatkan kepentingan kelompok dengan membawa isu agama. Padahal, tindakan membawa agama dalam berbagai gerakan termasuk isu mengenai people power pada 21 dan 22 Mei lalu merupakan tindakan yang sesat dan tidak dibenarkan.
"Menurut saya menyesatkan jika agama dijadikan people power seakan akan memperjuangkan agama padahal seharusnya tidak seperti itu. Kalau diangkat ke tema agama, itu justru mudah memancing emosi dan itulah yang harus dihindarai," kata Mahfud, Selasa (4/6/2019).
Praktisi hukum itu juga menegaskan, dugaan yang menyebutkan bahwa polisi sudah bertindak dalam menangani aksi kerusuhan lalu dianggap sudah dalam kadar yang sesuai dan proporsional. Meski, pada dasarnya hukum di pengadilan yang akan menentukan benar atau salah tindakan penanganan para pelaku kerusuhan sehingga berujung pada meninggalnya 8 orang.
"Yang pasti polisi itu harus bertindak. Kalau ada yang mau menjarah masa polisi tidak bertindak karena polisi harus pro aktif," ucap dia
Dia menambahkan, dalam pemahamannya, demokrasi dan hukum harus berjalan selaras dan tidak bisa terus menerus memaksakan kehendak. "Sebab jika masing masing pihak memaksakan kebenaran, sistem demokrasi serta ideologi pancasila sama saja sia sia. Buat apa kita ribut ribut terus tidak ada untungnya. Silahkan kembalikan kepada ranah hukum untuk menyelesaikannya," urai Mahfud.
Sementara Imam Besar Masjid Istiqlal Nassarudin Umar menyayangkan perilaku serta omongan para tokoh masyarakat yang justru menggelorakan perlawanan dan bukan ketenangan. Nassarudin berharap agar kedepan tidak ada lagi gerakan yang selalu membawa agama namun kemudian malah berujung pada kericuhan.
"Jadikan kasus kemarin sebagai pelajaran jangan gampang pakai bahasa agama melegitimasi sebuah kepenmtingan subjerktif. Kita juga jangan mudak terpancing menanggapi seseorang atau kelopmpok yang menggunakan bahasa agama karena potensi menimbulkan persoalan panjang," kata Nassarudin.
Nassarudin juga mengatakan, sudah seharusnya tokoh yang merasa orang pintar bisa memberikan ketenangan di masyarakat. Sebab di Indonesia sampai saat ini menurutnya masih sedikit orang arif dibandingkan orang orang pintar.
"Orang arif lihat saja dari pernyataannya, kalau menyejukan itu bukti kematangan. Tapi kalau pintar tapi menimbulkan kontroversi itu pintar tapi belom matang," tutur Nassarudin. [okz]