GELORA.CO - Kepala Karantina Pertanian Bengkulu, M Ischaq, membeberkan harga sarang walet yang menjadi komoditas ekspor provinsi Bengkulu.
Menurutnya, sarang walet menjadi potensial karena harganya cukup mahal. Harga sarang walet mencapai Rp25 juta per kg, sedangkan untuk tujuan Tiongkok harganya hingga Rp40 juta per kg.
Data pada tahun 2018 menunjukkan ekspor sarang walet Indonesia ke Tiongkok secara keseluruhan nilainya mencapai Rp40,6 triliun.
Selain sarang walet, komoditas unggulan ekspor Bengkulu yakni karet lempengan, kayu karet, kayu sengon, cangkang sawit, kulit kayu manis dan kopi.
Sementara negara mitra dagang yang menjadi tujuan ekspor diantaranya Amerika Serikat, Tiongkok, India, Kanada, Afrika, Thailand, Taiwan, Vietnam, Malaysia, Swiss dan Jepang.
Menurut M Ischaq, bahwa sesuai data dari sistem otomasi perkarantinaan, ekspor komoditas pertanian dari Provinsi Bengkulu sebanyak pada tahun 2018 mencapai Rp162,65 miliar.
Sedangkan tahun ini, dari Januari hingga Juni 2019, nilai ekspor komoditas pertanian mencapai Rp117,45 miliar.
Dari data yang dirilis oleh Badan Pusat Statistik (BPS) pada 24 Juni 2019 menunjukkan pertumbuhan ekspor komoditas pertanian cukup positif.
BPS mencatat, kenaikan nilai ekspor pertanian ini menjadi salah satu variabel penting yang menyebabkan kenaikan ekspor nasional Mei 2019 yaitu sebesar 14,74 miliar dolar AS, naik 12,42 persen secara bulanan (month on month).
Hal itulah yang mengakibatkan neraca perdagangan nasional surplus sebesar 207,6 juta dolar AS.
Yuliswani, Asisten Perekonomian dan Pembangunan Setda Provinsi Bengkulu yang juga hadir dalam acara tersebut, mengapresiasi inisiasi dan program Kementan yang mendorong produk lokal nusantara agar dapat tembus ke pasar manca negara.
Ia berkomitmen akan terus mendukung dengan melakukan kerjasama lewat Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) yang ada di lingkungannya.
Sementara itu, Kepala Badan Karantina Pertanian (Barantan) Ali Jamil menjelaskan bahwa melalui dua program di atas, diharapkan peningkatan ekspor komoditas pertanian dapat makin bertumbuh.
Menurutnya setidaknya ada 5 strategi yang bisa dilakukan melalui program persebut. Pertama adalah dengan menambah jumlah eksportir baru terutama kalangan millenial. Yang kedua adalah dengan melakukan diversifikasi produk ekspor. Jamil menyarankan agar produk yang diekspor minimal produk setengah jadi.
Strategi yang ketiga adalah dengan meningkatkan frekuensi jumlah ekspor. Yang keempat adalah dengan membuka akses pasar baru komoditas pertanian di manca negara. Dan yang kelima adalah melakukan terobosan dan inovasi layanan perkarantinaan guna mempercepat proses bisnis eksportasi komoditas pertanian.
Dalam kesempatan yang sama, Jamil juga menyerahkan secara simbolis akses aplikasi I-MACE ( Indonesian Map of Agricultural Commodities Exports) pada Asisten II.
“Lewat aplikasi ini, dapat terlihat perkembangan dan potensi ekspor komoditas pertanian yang ada di daerah secara real time, semoga dapat dijadikan masukan dalam membuat kebijakan pembangunan pertanian didaerah,” pungkas Jamil. [psid]