GELORA.CO - Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI Perwakilan Aceh Ghazali Abbas Adan menilai wacana referendum yang disuarakan oleh mantan Wakil Gubernur Aceh, Muzakir Manaf sah-sah saja.
Menurut dia, wacana referendum itu bagian dari kebebasan mengeluarkan pendapat dalam negara demokrasi seperti negara Indonesia. “Bagi saya tidak aneh dan tidak kaget akan wacana referendum yang disuarakan Muzakir Manaf,” jelas dia, Jumat (31/5).
Ia juga mengungkapkan, alasan Muzakir Manaf mengeluarkan wacana demikian dikarenakan negara Indonesia (di mana Aceh merupakan bagian dari NKRI) akan bangkrut, disebabkan Indonesia bukanlah negara demokratis dan menegakkan keadilan.
“Hal ini tidak berbanding lurus dengan apa yang selama ini kerap disampaikan kawan karib dan jagonya sebagai capres dalam pemilu lalu Prabowo Sobianto, yang hasilnya masih belum jelas karena menunggu proses putusan MK,” terang Ghazali Abbas.
Dimana pihak Prabowo melaporkan dengan segudang bukti adanya kecurangan dalam proses Pemilu. Ia tidak tahu wacana apa lagi yang dikeluarkan Muzakir Manaf, jika Probowo Subianto oleh MK diputuskan kalah, atau kalau kawan dan jagonya itu menang.
“Akankah wacana Muzakir Manaf itu menjadi kenyataan, kita tunggu saja buktinya kelak. Wallahu ‘alam,” tambah anggota Komite IV DPD RI ini.
Ghazali Abbas menilai agaknya Muzakir Manaf sadar betul bahwa sebagai warga negara dan hidup dalam negara demokrasi sehingga terlindungi haknya untuk menilai kondisi negara Indonesia saat ini yang diambang kebangkrutan. “Karena tidak ada demokrasi dan keadilan sehingga dengan suara tegas mewacanakan referendum di Aceh,” jelas dia.
Sayangnya, kata Ghazali, di sisi lain Muzakir Manaf dan pengikutnya selama ini karap alergi, uring-uringan dan malah mengamuk kalau ada hal-hal tertentu yang terjadi di Aceh, seperti muncul suara atau wacana yang berbeda dengan pola pikir dan sikap mereka. "Sehingga kerap mengeluarkan rupa-rupa ancaman terhadap pihak yang berseberangan pola pikir dan sikap dengan mereka itu.
“Tetapi terus terang bagi saya tidak ada urusan, dengan kesadaran bahwa saya hidup dan tinggal dalam negara demokrasi yang dijamin kebebasan mengeluarkan pendapat. Dan dalam waktu yang bersamaan kalau saya yakin suara dan pendapat saya itu tidak melanggar syariat Islam, peraturan dan perundang-undangan negara dan bermanfaat bagi rakyat banyak, terus akan saya suarakan dan sikapi apa pun risikonya,” jelas Ghazali Abbas.
Ia juga mengungkapkan, sikapnya itu tidak ada urusannya dengan suka atau tidak suka seseorang atau kelompok tertentu. Juga tidak ada pertimbangan pencitraan yang bermuara kepada positif atau negatif elektabilitas dalam keikutsertaannya pada ajang kontestasi politik lima tahunan.
“Ketika saya menilai wacana referendum Muzakir Manaf itu bagian dari kebebasan berbicara dan berpendapat dalam negara demokrasi, maka sejatinya pula Muzakir Manaf dan pengikutnya harus memahami dan toleran bahwa jika ada suara dan sikap orang atau pihak untuk hal-hal tertentu di Aceh berbeda dengan suara dan sikap mereka, itu adalah bagian dari bekebebasan berbicara dan berpendapat dalam negara demokrasi Indonesia,”sebut dia.
Dikatakannya, Aceh secara legal formal adalah bagian dari NKRI, sehingga dengan dalih apapun tidak perlu uring-uringan serta mengeluarkan rupa-rupa ancaman apa pun terhadap siapapun yang berbeda pikiran dengannya. [gtr]