Drama Setnov Tak Berkesudahan, Pengamat: Ganti Yasonna Laoly Dengan Kapasitas Lebih Baik

Drama Setnov Tak Berkesudahan, Pengamat: Ganti Yasonna Laoly Dengan Kapasitas Lebih Baik

Gelora Media
facebook twitter whatsapp

GELORA.CO - Drama  narapidana kasus korupsi E-KTP Setya Novanto (Setnov) masih berlanjut, setelah kepergok berada di Restoran Padang RSPAD Gatot Suebroto, pada tanggal 29 April 2019 silam. Kini Setnov kembali kepergok pelesiran ke toko bangunan di kawasan Padalarang Bandung Barat.

Menanggapi hal itu, Pengamat Komunikasi Politik Universitas Telkom Dedi Kurnia Syah, mendesak agar Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkum HAM) Yasonna Laoly diganti oleh tokoh dengan kapasitas yang lebih baik. Lantaran menurut Dedi, kejadian semacam ini bukan lah hal baru.

"Kondisi ini bukan hal baru, menguatkan keyakinan publik bahwa tata kelola vonis hukum korupsi sangat buruk. Kesalahan yang sama berulang tidak cukup hanya berbenah, lebih dari itu, memutus generasi atau bahkan membangun sistem baru, khusus untuk penangan kejahatan-kejahatan luar biasa semacam korupsi," ujar Dedi, saat dihubungi melalui sambungan telephone, oleh TeropongSenayan, pada Minggu (16/6/2019).

Puncak kedigdayaan hukum menurut Dedi, sebenarnya bukan soal berhasil memutuskan, tetapi lebih pada menjalankan dari apa yang diputus dalam persidangan.

"Penghuni penjara dapat akses kebebasan illegal bukti kegagalan pengelolaan hukuman. Menkum HAM Yasonna Laoly seharusnya menerima konsekuensinya, mundur atau diganti oleh tokoh dengan kapasitas jauh lebih baik," tegas Dedi.

Karena menurut Dedi, tahanan keluar dari penjara hampir tidak bisa diterima dengan alasan apapun, karena mereka diputus bersalah dan tentu kebebasan tahanan turut terbatas. Jika dapat sesuka hati kemanapun pergi, maka masalah bukan pada tahanan, tapi pekerja hukum yang tidak paham etika perundangan.

"Memberikan kebebasan tahanan diluar kebutuhan dasar, sama artinya secara sengaja menghianati Undang-Undang (UU), dengan begitu setara dengan memghianati bangsanya sendiri, dan itu bukan kesalahan ringan," paparnya.

Tak hanya itu, pria yang juga menjabat sebagai, Direktur Pusat Studi Demokrasi dan Partai Politik (PSDPP) menuturkan, semua yang terlibat dari unsur lapas, mestinya diberi sanksi diberhentikan dari tugas.

"Seharusnya cukup diberhentikan dari tugas, karena terbukti melanggar amanat UU. Sementara bagi Setnov, harus dilihat dari konteks persoalan, jika memang diberikan kebebasan secara cuma-cuma, maka seharusnya tidak ada sanksi. Tetapi jika kebebasan itu ditebus dengan pelanggaran hukum semisal penyuapan, maka tentu UU telah mengatur sanksinya," tutup Dedi geram.[tsc]
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita