GELORA.CO - Pakar Hukum Tata Negara Refly Harun mengungkapkan apa yang seharusnya menjadi fokus kubu capres-cawapres nomor urut 02 Prabowo Subianto-Sandiaga Uno terkait pembuktian dalil mereka dalam sidang ketiga sengketa hasil Pilpres 2019 di Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Rabu (19/6/2019).
Diberitakan dari saluran YouTube tvOneNews, hal tersebut disampaikan Refly Harun menanggapi hakim MK yang mempertanyakan keberadaan alat bukti terkait 17,5 juta DPT fiktif yang disampaikan kubu Prabowo-Sandi dalam sidang sengketa tersebut.
Awalnya, Refly Harun menilai Hakim Mahkamah Konstitusi termasuk agak longgar dalam hukum acara persidangan.
"Hakim MK itu agak longgar dalam hukum acara, sehingga tidak seperti pengadilan pada umumnya yang ketat," jelas Refly Harun.
"Kenapa? Karena kalau pengadilan pada umumnya, alat bukti itu kan sedikit sekali. Paling alat bukti itu cuma saksi. Kalau ada surat, kadang cuma dokumen tertulis satu yang dipersoalkan, misal penipuan atau apa, cuma 1 dokumen saja."
"Tapi ini dokumen (sidang sengketa hasil Pilpres) bisa dikatakan dari Sabang sampai Marauke, jadi bisa dibayangkan kalau msialnya tidak ada toleransi dalam penyediaan alat bukitnya. Belum lagi harus difotokopi 12 rangkap setiap alat bukti," sambung dia.
Refly menjelaskan, setiap alat bukti surat yang akan dihadirkan di sidang sengketa harusnya rangkap 12. Karenanya, tentu alat bukti akan menjadi sangat banyak.
Namun, ungkap Refly, bukan seberapa banyak alat bukti yang penting dalam persidangan ini.
"Tapi kualitas bukti itu. Apakah bukti itu bisa menjelaskan perolehan suara yang 52 persen itu," ungkapnya.
Refly Harun mengungkapkan, dirinya yang menyaksikan pernyataan saksi kubu 02 merasa masih tidak melihat adanya indikasi bahwa klaim perolehan suara Prabowo-Sandi itu bisa dibuktikan.
"Yang ada adalah data kuantitatif pun sepertinya untuk mendorong mengenai hal-hal yang sifatnya kualitatif," imbuh Refly Harun.
Menurut Refly Harun, jika saksi-saksi lainnya dipaksakan, maka pembuktian dalam sidang tidak akan menjadi bulat.
"Sebagai contoh, sampai sekarang kan belum ada kesimpulan apakah 17,5 juta itu memang betul-betul ada di DPT siluman. Itu saja belum bisa dibuktikan secara bulat," beber Refly.
"Belum lagi penyalahgunaannya. Jadi prosesnya panjang."
Namun, Refly menilai, ada yang justru sebenarnya dapat dibuktikan oleh kubu 02.
Persoalan tersebut adalah terkait status Ma'ruf Amin dan penyalahgunaan dana kampanye.
Refly menilai, apa yang dipersoalkan adalah hal yang besar.
Karenanya, penting untuk mengetahui, mana yang seharusnya bisa dibuktikan .
"Ini kan yang jadi persoalannya. Makanya saya bilang, paling mudah itu membuktikan hal-hal yang memang bisa dibuktikan secara paripurna, yaitu status KH Ma'ruf Amin dan kemudian LHKPN, dan dana kampanye," ungkap Refly.
Meski demikian, tak dipungkiri bahwa semua tetap kembali kepada paradigma mana yang akan digunakan hakim MK.
"Hakim MK paradigmanya tetap sama nggak? Kalau tetap sama, tidak ada gunanya juga," paparnya kemudian.
Simak video selengkapnya: