GELORA.CO - Pemerintah mulai mendapat kritik karena memproses hukum tokoh yang menyerukan people power. Mereka dinilai melakukan makar.
Menanggapi hal itu, Menkopolhukam Wiranto menilai, langkah polisi menetapkan tersangka pada sejumlah tokoh sesuai dengan aturan yang berlaku. Bila menunggu makar terjadi baru melakukan langkah hukum, negara akan bubar.
"Ada yang bilang, makar itu kalau perencanaan, persiapan untuk perencanaan, sudah dilaksanakan, baru bisa ditangkap. Kalau sudah terjadi, negara bubar, yang nangkep sopo? Yang ngadili siapa? Yang nuntut siapa?" kata Wiranto di Hotel Grand Paragon, Jakarta Barat, Kamis (16/5).
Wiranto menjelaskan, Mahkamah Konstitusi dalam putusannya menyampaikan bahwa pidana makar, konstruksi hukumnya tidak perlu sempurna. Sehingga, ia berpandangan apabila sudah ada orang yang menghasut, merencanakan, kemudian mempersiapkan, bisa dikategorikan makar.
"Jadi kalau sudah merencanakan, menghasut, kemudian mempersiapkan, dalam pelaksanaannya, sudah bisa dikategorikan tindakan makar," ungkap mantan Panglima ABRI ini.
"Tapi agar pasti, tidak nanti disalahkan kok pemerintah sewenang-wenang, pemerintahan Pak Jokowi diktator, maka Pak Wiranto minta tolong para pakar hukum di masyarakat yuk kumpul, tolong saya dibantu untuk menelaah ini, dibantu untuk melakukan satu proses analisis kalau si tokoh seperti ini kira-kira apa, termasuk pelanggaran hukum atau enggak," sambung Wiranto.
Dari situ, muncullah opsi untuk membentuk tim asistensi hukum Kemenkopolhukam. Ia pun menyayangkan apabila tim bentukannya itu dianggap sebagai bentuk mengekang demokrasi. Ia juga menyayangkan adanya penolakan, padahal tim itu, hanya untuk memberikan rekomendasi dan saran saja.
"Pakar-pakar hukum itu kan, hukum tata negara itu sininya (otak) penuh Pak, pinter, langsung tek tek tek. Jadi cuma memberikan saran. Kok ribut, mengambil alih polisi dan jaksa, Wiranto sudah kembali ke Orde Baru. Mana ada?" pungkasnya.[km]