GELORA.CO - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (HAM) menentang keras rencana pembentukan Tim Asistensi Hukum oleh Kementerian Koordinatir Politik, Hukum dan HAM (Kemenkopolhukam). Pasalnya tim tersebut dinilai telah menarik persoalan hukum menjadi persoalan politik.
Diketahui, pada Rabu (8/5), Kemenkopolhukam membentuk Tim Asistensi Hukum dengan dasar hukum keputusan Menteri Kopolhukam (Wiranto) nomor 38 Tahun 2019, tentang tim Asistensi hukum Kemenkopolhukam dalam rangka mengkoordinasikan dan memberikan asistensi hukum terkait permasalah hukum pada pemilihan umum serentak tahun 2019.
Menanggapi hal tersebut, Komisioner Komnas HAM, Munafrizal mengatakan dalam konstitusi UUD 1945 dan juga di dalam UU HAM sudah diberikan jaminan konstitusional yang legal mengenai hak setiap orang untuk mengeluarkan pikiran dan pendapat.
"Jadi semestinya dihormati oleh semua penyelenggaraan negara dan juga oleh semua warga negara," ungkap Munafrizal yang didampingi oleh komisioner lain di antaranya, Choirul Anam, Amiruffin Al Rahab, dan Hairansyah, Jumat (10/5).
Lebih lanjut, Komnas HAM memandang tugas yang dimandatkan pada tim asistensi hukum tersebut dapat dimaknai seperti melakukan tugas quasi penyelidikan.
Diketahui, tim asistensi bertugas melakukan kajian dan asistensi hukum terkait dengan ucapan dan tindakan yang melanggar hukum, kemudian memberikan rekomendasi kepada para penegak hukum.
"Artinya tim asistensi hukum Kemenkopolhukam seolah sebagai quasi penyelidikan. Dan oleh Komnas HAM sebetulnya peraturan mengenai fungsi penyelidikan atau menyerupai fungsi penyelidikan, quasi tidak tepat jika dasar hukumnya adalah selevel keputusan Kemenkopolhukam," paparnya.
Sementara itu, Hairansyah menambahkan dalam HAM yang paling mendasar adalah ada hak yang tidak bisa dikurangi oleh apapun.
"Saya kira hak kemerdekaan pikiran dan hati nurani ini menjadi bagian penting yang tidak bisa dikurangi. Itulah sebabnya penyampaian pendapat itu menjadi bagian dari proses demokrasi yang harus dipastikan dipenuhi oleh negara dan dilindungi," tegasnya.
Selain itu Anam juga mengatakan, tim asistensi yang melakukan kajian dan asistensi hukum terhadap ucapan dan tindakan yang melanggar hukum pasca pemilihan umum, merupakan tindakan intervensi terhadap penegakan hukum.
Kemudian, jika melihat struktur keanggotaan salah satunya adalah Polri dan Jaksa Agung dan pelaksanaannya ada Reskrim, baik siber maupun umum, artinya penegakan hukum sebenarnya cukup di Kepolisian saja.
"Kalau surat ini dikeluarkan oleh Kapolri, kita malah maklum, mungkin Kapolri butuh dukungan mempercepat proses dan sebagainya, hubungan untuk penegakan hukum ya silahkan, tapi karena ini Kemenkopolhukam ya jadi pendekatan politik," tuturnya.
"Jadi politik memaksakan penegakan hukum, yang terjadi demikian kalau lihat strukturnya itu wakil pengarah bidang penegakan hukum, ada kapolri ada jaksa agung, terus anggotanya ada direktur direktur dipenegakan hukum di cyber terus di reskrim, itukan artinya nggak bisa bergerak, ga bisa independen lagi," tandasnya.[rmol]