GELORA.CO - Pemerintah mulai mewaspadai penurunan ekonomi Indonesia di tahun ini. Tanda-tanda penurunannya pun terlihat dari pemasukan negara yang mulai seret.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati bahkan telah melihat pertanda penurunan ekonomi dari pertumbuhan pajak yang melambat.
"Jadi kami sudah melihat tanda-tanda perekonomian mengalami penurunan dengan penerimaan pajak yang mengalami pelemahan dari sisi pertumbuhannya," kata Sri Mulyani dalam konpers APBN.
Pendapatan Negara Tertekan
Berdasarkan data APBN KiTa, Jumat (17/5), pendapatan negara per April ini hanya Rp 530,7 triliun, tumbuh hanya 0,5 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar Rp 528,1 triliun.
Jika dilihat lebih jauh, pertumbuhan pendapatan negara pada April 2018 tumbuh hingga 13,3 persen. Bahkan di April 2017, pendapatan negara mampu tumbuh hingga 20,5 persen.
Seretnya pendapatan negara tersebut lantaran pertumbuhan penerimaan perpajakan (pajak dan bea cukai) juga anjlok. Hingga akhir April 2019, perpajakan hanya mencapai Rp 530,4 triliun, tumbuh 0,6 persen dari periode yang sama tahun lalu.
Padahal di tahun lalu, dengan penerimaan yang hanya Rp 527,1 triliun, perpajakan mampu tumbuh hingga 13,2 persen. Bahkan di April 2017, perpajakan mencapai Rp 465,8 triliun atau tumbuh 20,5 persen dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.
Untuk realisasi pajak yang dikelola oleh Ditjen Pajak (nonmigas), hingga akhir bulan lalu mencapai Rp 364,8 triliun atau hanya tumbuh 0,8 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Padahal di April 2018, pajak nonmigas mampu tumbuh 11,5 persen dan di April 2017 mampu tumbuh hingga 16,9 persen dari periode yang sama tahun sebelumnya.
Sementara untuk pajak migas mencapai Rp 22,2 triliun atau tumbuh 5,2 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu yang hanya tumbuh 0,7 persen.
Sri Mulyani mengungkapkan, situasi global yang masih tak menentu juga mengakibatkan penerimaan pajak melambat. Apalagi ekspor dan impor sama-sama mengalami tekanan.
Hal tersebut juga dapat terlihat dari komponen kepabeanan dan cukai yang menggambarkan laju ekspor dan impor di Indonesia.
Total Pajak Dalam Rangka Impor (PDRI) hanya sebesar Rp 76,38 triliun, atau tumbuh 1,24 persen dari periode yang sama tahun lalu. Sementara di April 2019, total PDRI mampu tumbuh hingga 25,08 persen.
Secara rinci, realisasi bea masuk per akhir bulan lalu sebesar Rp 11,8 triliun, tumbuh 0,73 persen dibandingkan periode April 2018 yang tumbuh 14,5 persen. Sementara bea keluar mencapai Rp 1,46 triliun atau turun 29,8 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu yang tumbuh hingga 75,3 persen.
Pajak Pertambahan Nilai (PPN) impor sebesar Rp 56,4 triliun, tumbuh 0,72 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu mencapai pertumbuhan hingga 24,8 persen. Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPnBM) impor bahkan turun 10,48 persen menjadi Rp 1,24 triliun per akhir April 2019.
Untuk bea keluar yang mengalami penurunan, Sri Mulyani menyebutkan, hal tersebut karena kegiatan Freeport Indonesia yang beralih melakukan kegiatan produksi di tambang bawah.
"Jadi ini kita harus mulai meningkatkan kewaspadaan, karena situasi ini mirip dengan 2014-2015, di mana ekspor maupun impor menurun," katanya.
Belanja Negara Naik Tipis
Dari sisi belanja negara, per April mampu tumbuh Rp 631,78 triliun atau tumbuh 8,4 persen jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Namun pertumbuhan belanja negara ini terbilang tipis, karena di April 2018 pertumbuhan belanja negara hanya 8,3 persen.
Belanja pemerintah pusat sebesar Rp 370 triliun atau tumbuh 11,8 persen, melambat dibandingkan periode yang sama tahun lalu yang tumbuh hingga 22,8 persen.
Belanja pegawai sebesar Rp 113,7 triliun, tumbuh 11,9 persen. Sri Mulyani mengatakan, hal ini karena adanya pengaruh kenaikan gaji PNS sebesar 5 persen sejak awal tahun ini, yang baru dicairkan selama April.
"Belanja pegawai tinggi, karena adanya tukin, kenaikan gaji," kata Sri Mulyani.
Defisit APBN Melebar
Realisasi defisit anggaran hingga akhir April 2019 mencapai Rp 101 triliun atau mencapai 0,63 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Defisit ini melebar dibandingkan realisasi pada periode yang sama tahun lalu sebesar Rp 54,9 triliun atau 0,37 persen terhadap PDB.
"Tekanan terhadap pendapatan negara menghasilkan defisit anggaran yang lebih tinggi dari tahun lalu," kata Sri Mulyani.
Defisit tersebut didapatkan karena realisasi pendapatan negara hingga bulan mencapai Rp 530,7 triliun, tumbuh 24,5 persen dari target dalam APBN 2019 yang sebesar Rp 2.165,1 triliun. Pendapatan negara itu juga naik 0,5 persen jika dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar Rp 528,1 triliun. [kp]