GELORA.CO - Kalangan aktivis tidak hanya mendesak Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI untuk menutup Sistem Informasi Penghitungan Suara (Situng) 2019. Tapi juga mendesak pihak berwenang untuk menjerat pidana para komisioner KPU dengan pidana pemilu.
Presidium Persatuan Pergerakan, Andrianto menegaskan, perhitungan suara dengan menggunakan Situng harus dihentikan segera.
"Seharusnya memang demikian," sebut dia, Jumat (3/5).
Apalagi, tambah Andrianto, pasal 532 dan 536 UU 7/2017 tentang Pemilu telah mengatur tegas tentang ancaman 4 tahun pidana penjara bagi yang mencoba untuk mengutak-atik form C1.
"Seharusnya pihak penegak hukum sudah bisa menyeret ke muka hukum. Ada upaya propagandis dalam Situng. Kok angkanya cocok dengan quick count. Padahal indikasi curang yang TSM (terstruktur, sistematis, dan masif) demikian nyata," pungkasnya.
Pasal 532 UU 7/ 2017 berbunyi; "Setiap orang yang dengan sengaja melakukan perbuatan yang menyebabkan suara seorang Pemilih menjadi tidak bernilai atau menyebabkan Peserta Pemilu tertentu mendapat tambahan suara atau perolehan suara Peserta Pemilu menjadi berkurang dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan denda paling banyak Rp48.000.000,00 (empat puluh delapan juta rupiah)".
Adapun pasal 536 UU 7/ 2017 berbunyi; "Setiap orang yang dengan sengaja merusak, mengganggu, atau mendistorsi sistem informasi penghitungan suara hasil Pemilu dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp36.000.000,00 (tiga puluh enam juta rupiah)".
Penutupan Situng milik KPU disurakan tidak sedikat kalangan. Alasannya, Situng bukanlah hasil akhir rekapitulasi Pemilu serentak 2019. Referensi KPU adalah penghitungan manual dari kecamatan hingga pusat. [rm]