GELORA.CO - Inisiatif dan manuver Wiranto membentuk Tim Hukum Nasional untuk mengkaji ucapan, pemikiran, dan tindakan tokoh yang dinilai melanggar pasca Pemilu 2019 telah menyimpang dari demokrasi hari ini.
Demikian pendapat Sekretaris Jenderal jaringan aktivis Pro Demokrasi (ProDem), Satyo Purwanto, Senin (13/5).
"Inisiatif- inisiatifnya tidak hanya bikin blunder tapi juga pembusukan demokrasi, sebuah tim extraordinary dibentuknya untuk mengawasi statement orang, ini bukan hanya aneh tapi di luar kebiasaan dan overlapping dari peraturan dan UU yang ada," kritiknya.
Terlebih, sistem hukum di Indonesia telah acceptable dalam mekanisme dan lembaga penegak hukum yang bertugas menangani bilamana ada bukti pelanggaran hukum yang cukup.
"Bapak Wiranto sadarlah situasi demokrasi saat ini merupakan hasil dan bagian dari perjuangan reformasi dan perjuangan segenap rakyat Indonesia di tahun 98 menumbang rezim otoriter jangan lagi dibuat mundur," tegasnya.
Tim asistensi Hukum MenkoPolhukam dibentuk sebagai respons atas dinamika politik yang muncul setelah Pemilihan Presiden pada tanggal 17 April 2019 lalu.
Pembentukan Tim Asistensi Hukum tersebut justru menurut dia, berpotensi diartikan bahwa pemerintah paranoid dan sedang mendayagunakan pendekatan politik-kekuasaan untuk mengintervensi independensi hukum.
"Apalagi kita tahu bahwa penegak hukum seperti Polri dan Kejaksaan itu berada di bawah garis koordinasi Kemenko Polhukam," imbuh mantan aktivis mahasiswa 98 yang akrab disapa Komeng ini.
Ia menangkap kesan manuver Wiranto ini seperti terjadi di Orde Baru.
"Jokowi harus cuci tangan dari praktek orbaisme mengingat inisiatif dan manuver Wiranto sebagai Menko Polhukam lebih memberikan mudharat untuk demokrasi dan bangsa ini, sudah semestinya segera dipecat," tegasnya. [rm]