Oleh: Indra Adil (Eksponen 77/78)
Prolog
1. Menko Polhukam Wiranto mengancam akan menangkap pencaci Jokowi dengan membentuk Tim Pencari Fakta Pencaci Jokowi. Apakah Wiranto bila dicopot dari jabatannya akan punya pendukung? Pasti tidak, ia akan bergelandang sendirian dalam arti sebenarnya. Bahkan orang yang sekedar nenegurpun mungkin tak ada yang mau.
2. Abdullah Mahmud Hendro Priyono mengadu domba masyarakat (pribumi) dengan warga keturunan Arab. Apakah AMHP akan ada yang membelanya bila pada saatnya ia ditangkap secara hukum yang berlaku karena perbuatan adu dombanya? Tidak akan! Ia tidak punya masa pendukung ataupun kalau ada cuma segelintir orang yang mungkin pernah menerima jasa-jasanya. Pembelaan paling besar hanya akan datang dari menantunya yang kini menjabat KSAD karena pengkarbitan. Tapi bila jabatan menantunya dicopot, jadi apakah menantunya? Cuma akan jadi mantan Jenderal yang keluyuran siang malam tanpa ada yang memperlakukan dia sebagai orang terhormat.
3. Akan jadi apakah Tito Karnavian bila berhenti menjadi Kapolri? Dia akan jadi Paria yang bahkan kembali ke kampung halamannya pun tak diterima keluarga besarnya.
Mereka semua besar semata-mata hanya karena Jabatan. Begitulah mereka para penopang Rezim saat ini, hanya dihormati karena jabatan. Kita lihat sebentar lagi, nasib Jokowi maupun Luhut Binsar Panjaitan. Kedua orang ini menjadi besar hanya karena ditopang oleh makhluk-makhluk monster Penghisap Darah Rakyat, Para Taypan China yang Maha Serakah.
Dialog
1. Ciri-ciri orang maupun kelompok yang merasa tidak memiliki kekuatan untuk melawan musuhnya adalah : menggertak. Rezim ini secara bersama-sama melalui orang-orangnya telah menggertak untuk menangkap para penentangnya, kelompok oposisi (dengan cara dibuat-buat) dan akan memenjarakan mereka. Jadi mereka merasa bahwa mereka memang tidak memiliki kekuatan apapun untuk mengalahkan secara terhormat para penentangnya bila terjadi benturan atau apalagi pertarungan baik dalam bentuk hukum yang berlaku maupun dalam bentuk non-hukum.
2. Rezim berani menggertak karena merasa memiliki kekuatan resmi (aparat keamanan dan perang) sebagai penguasa, sehingga mereka juga merasa bahwa itu adalah kekuatan ril yang bisa mereka andalkan. Mereka mungkin sedikit dungu, tidak mampu melihat bahwa di kalangan keluarga besar aparat keamanan dan perang ini, suara mereka kalah telak oleh suara oposisi, hampir mencapai 70% (lihat hasil C1 BPN). Jadi meski aparat keamanan dan perang, secara resmi mungkin (ingat, mungkin) bisa mereka perintah untuk melawan rakyat, tetapi keluarga besar aparat itu akan membuat para aparat resmi ini berbalik menujukan moncong meriam mereka ke wajah Rezim.
3. Dalam tiga bulan terakhir masa kampanye,hanya orang buta yang tak mampu melihat bahwa kehadiran massa oposisi jauh berlipat ganda melewati jumlah kehadiran massa Rezim, meski dalam setiap kampanye Rezim, mereka telah melakukan berbagai cara untuk mengumpulkan massa seperti menyediakan angkutan mewah (bus mewah), memberi uang jasa, memberi konsumsi yang cukup dan bahkan menyiapkan sertifikat tanah. Sementara pihak oposisi tak menyediakan apa pun, baik angkutan, uang bahkan nasi bungkus sekalipun. Tetapi massanya meledak di mana-mana dan lebih mengharukan lagi massa inilah yang justru memberikan sumbangan uang kepada kelompok oposisi.
Epilog
Hanya ada dua pilihan bagi Rezim :
1. Menyerah secara terhormat melalui jalur hukum yang berlaku yaitu mengakui kemenangan oposisi.
atau
2. Kalah secara telak dilumat oleh rakyat.
Cibubur, 10 Mei 2019.