GELORA.CO - Penggunaan pasal makar kepada orang yang melontarkan kritik terhadap penguasa dinilai sebagai ancaman nyata terhadap kebebasan berpendapat dan berekspresi di Indonesia.
"Saya kira ini ancaman terhadap kebebasan berdemokrasi kita, karena begitu mudah mengobral pasal-pasal (makar) itu," kata Direktur Lingkar Madani, Ray Rangkuti kepada wartawan seusai mengisi diskusi bertajuk ‘Kapok Pemilu Serentak’ di Cikini, Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (11/5).
Selain itu, kata Ray, penggunaan pasal makar justru dapat memicu kegaduhan baru suasana pasca Pemilu 2019.
"Itu menambah tidak kondusif bagi menyelesaikan reaksi-reaksi terhadap hasil pemilu seperti sekarang ini," kata Ray.
Menurutnya, penggunaan pasal makar terhadap orang-orang yang dituduh subversif oleh pemerintah sekalipun dinilai kurang tepat. Sebab, masih ada pasal-pasal yang bisa digunakan tanpa harus menggunakan pasal makar.
"Kalau dilihat sebenarnya nggak tepat disebut sebagai makar, kalaupun mau pakai pasal pidana paling mungkin mereka melakukan penghasutan. Makar itu berat, makar itu nggak cukup dengan ucapan-ucapan sekilas gitu aja," tegas pentolan aktivis 98 ini.
"Makar itu harus ada tindakan pada skala tertentu yang mengarah pada pemakzulan kekuasaan," imbuh Ray.
Tercatat, sederet nama-nama tokoh yang telah dikenakan pasal makar oleh aparat penegak hukum yaitu aktivis Tionghoa Lieus Sungkharisma, Mayjen (purn) TNI Kivlan Zein, politisi PAN Eggi Sudjana, Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Rachmawati Soekarnoputri, dan aktivis senior Sri Bintang Pamungkas. [rmol]