Pakar: Tidak Masalah KPK Angkat Penyidik Independen Di Luar Polri Dan Kejaksaan

Pakar: Tidak Masalah KPK Angkat Penyidik Independen Di Luar Polri Dan Kejaksaan

Gelora Media
facebook twitter whatsapp

GELORA.CO - Gejolak internal yang terjadi di tubuh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) disinyalir karena dua faktor yakni sosiologis dan psikologis. Karenanya, penyidik independen sering disalah artikan seolah-olah ingin menggeser penyidik KPK yang berasal dari Polri dan Kejaksaan.

Demikian disampaikan Pakar Hukum Pidana dari Universitas Trisakti Abdul Fickar Hajar kepada wartawan di Kawasan Blok M, Jakarta Selatan, Senin (6/5).

"Ada faktor sosiologis dan psikologis. Kalo KPK mengangkat penyidik sendiri berarti penyidik dari instansi lain bisa kurang jatahnya. Mungkin itu saya kira. Karena itu mereka mengirim surat dan sebagainya. Seolah-olah penyidik independen ingin meminggirkan penyidik dari instansi yang lain (Polri/Kejaksaan)," kata Abdul.

Ia melanjutkan, secara hukum tidak ada masalah mengangkat penyidik yang berasal dari latar belakang pegawai tetap KPK, Polri maupun Kejaksaan. Hanya saja, porsi penyidik KPK selain dari Polri dan Kejaksaan dianggap mampu dan lebih konsen dalam menanani suatu kasus.

"Secara yuridis enggak masalah, KPK boleh mengangkat penyidik sendiri, di luar kepolisian dan kejaksaan. Kan ada tiga penegak hukum menggarap korupsi. Kalo kepolisian semua kejahatan bisa, Kejaksaan semua kejahatan bisa, KPK kan cuma khusus korupsi dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU)," jelas Fikar.

Lebih lanjut, Fikar menilai bahwa sangat diperlukan penyidik KPK yang independen atau tidak pernah memiliki jabatan maupun latar belakang institusi manapun selain KPK. Sebab, bicara pemberantasan korupsi selalu berkaitan dengan institusi dan penyelenggara negara.

"Kalau menurut saya harusnya begitu. Ketika korupsi menyangkut instansi tertentu yang berkaitan dengan asal penyidik kepolisian atau kejaksaan kan pasti ada sikap yang ambivalen (bercabang). Masak saya sidik instansi saya sendiri? Karena itu ada kasus "Buku Merah" bisa hilang beberapa lembar. Atau ketika Novel Baswedan berhenti dari polisi sudah pegawai tetap KPK, berani menyidik Dirlantas, kalo gak salah jenderal siapa gitu," tutupnya. [rmol]
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita