GELORA.CO - Mantan Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU), Chusnul Mariyah angkat suara soal tidak diasuransikannya para Petugas KPPS oleh KPU.
Chusnul mengungkapkan, saat dirinya menjadi Komisioner di tahun 2004, setiap petugas Pemilu.
“Maaf saya musti menulis ini agar tidak menjadi fitnah,” kata Chusnul melalui keterangan tertulisnya, Selasa (14/5).
“Yg ada asuransi itu hanya di 2004. Setiap pekerja pemilu diasuransikan 500 rupiah kali bebeberapa bulan kali 5.5 jutaan pekerja pemilu. Sekitar 11 milyaran,” ungkap Chusnul.
“Karena hanya ada SATU yg meninggal dan beberapa sakit untuk kpps. SATU untuk pekerja data entry mahasiswa yg meninggal kecelakaan setelah seminggu lebih selesai pemilu. Maka klaim asuransi cuma sedikit,” imbuhnya.
“Ketua kpu bukan panitia tender asuransi. Beliau hanya ttd mou asuransi dg bumida. Karena baru tgl 26 juni 2004 kemenkeu budiono menyetujui. Untuk tender perlu 46 hari kepres saat itu. Ini tinggal 9 hari,” kata Chusnul.
Lebih lanjut Dosen Politik UI itu menjelaskan bahwa anggaran Pemilu 2004 hanya 7.2 trilyun untuk 3 kali pemilu pileg dan pilpres 1 dan 2. Termasuk kotak aluminium yang sudah dipakai 13 kali pemilu. Database dengan 12 variabel termasuk data penyandang cacat yang dimiliki oleh Indonesia pertama kali biayanya 427 milyar.
“Bandingkan kemudian di Pilpres keempat, harganya 3.8 trilyun. Dan ektp 5.8 trilyun. Pemilu 2009 21 trilyun juga 2014. Untuk 2 kali pemilu. Sekarang sekali pemilu biayanya 24 trilyun lebih,” paparnya.
Dengan demikian, lanjut Chusnul, hanya sekali Pemilu KPU saat ini, sebenarnya punya dana yang berlebih untuk memberikan santunan secara cepat kepada petugas yang meninggal dan yang sakit.
“Maaf (saya) harus menjelaskannya. Karena ada dua jenis koruptor yaitu koruptor sejati (banyak yg tdk ditangkap), dan yg ‘dikoruptorkan’ seperti kpu, gara2 petugas pemilu yg mati satu dan yg sakit sedikit maka klaim asuransi sedikit dianggap korupsi,” pungkas Chusnul.[swa]