GELORA.CO - Aksi 21 Mei digelar sekelompok orang mulai pukul 10.00, Selasa (21/5) di depan Kantor Bawaslu RI, Jalan MH Thamrin, Jakarta. Aksi digelar untuk menolak hasil pemilu yang diumumkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) dinihari sebelumnya.
Kepala Divisi Humas Polri Irjen Muhammad Iqbal menjelaskan bahwa aksi ini awalnya berjalan dengan damai. Di mulai sejak pukul 10.00, unjuk rasa berjalan kondusif, koperatif, dan damai.
“Bahkan korlap meminta kepada Kapolres Metro Jakarta Pusat Kombes Harry Kurniawan untuk diizinkan berbuka puasa bersama, lanjut Salat Maghrib berjamaah, lanjut juga Salat Isya berjamaah, dan salat tarawih berjamaah,” ujarnya di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Rabu (22/5).
Permintaan itupun dikabulkan. Pihak kepolisian, kata Iqbal, memberikan toleransi dan kelonggaran walaupun aturan yang berlaku di dalam UU 9/98 disebutkan batas waktu aksi berakhir pada pukul 18.00.
“Kita melihat bukan hanya aspek yuridis, tapi aspek sosiologis, apalagi ini bulan Ramadan,” terangnya.
Pada saat itu, sambung Iqbal, petugas polisi dan TNI yang berjaga turut melakukan ibadah berbuka, Salat Maghrib, hingga Salat Isya bersama bagaikan tanpa sekat.
“Memang tugas kami melayani dan mengamankan penyampaian pendapat di muka umum diatur oleh UU,” lanjutnya.
Setelah tarawih atau sekitar pukul 21.00, Kombes Harry Kurniawan memberikan imbauan kepada kelompok pengunjuk rasa untuk membubarkan diri. Imbauan ini diindahkan dengan baik.
“Alhamdulillah korlap bekerjasama baik, kooperatif, dan akhirnya membubarkan diri, kondusif dan damai,” kata Iqbal.
Namun demikian, pada pukul 23.00 sejumlah massa baru datang. Massa ini, katanya, berulah anarkis dan provokatif berusaha merusak dan memprovokasi petugas.
Sementara sesuai SOP yang ada, massa tidak boleh lagi menggelar aksi pada larut malam. Akhirnya, petugas TNI dan Polri menghalau dengan mekanisme yang ada.
“Massa tersebut di beberapa ruas jalan kita dorong Jalan Sabang dan Wahid Hasyim bukan malah kooperatif, tetapi menyerang petugas. Bukan hanya dengan kata-kata, tetapi lemparan, molotov, batu petasan berukuran besar ke arah petugas dan massa tersebut sangat brutal,” jelasnya.
Imbauan terus dilakukan aparat hingga puncaknya pada pukul 03.00, massa yang brutal didorong oleh aparat karena tidak kunjung kooperatif.
Sewaktu pendorongan, massa tersebut pecah ke dua arah. Pertama ke arah Jalan Sabang dan diduga sisanya diduga masuk ke arah gang-gang kecil.
“Petugas berhasil mengurai massa dari Bwaslu pada pukul 03.00. Dari insiden ini, Polda Metro Jaya mengamankan 58 orang yang diduga sebagai provokator,” sambungnya.
Di saat yang bersamaan, sekira pukul 02.45, ada sekelompok massa yang datang lagi. Jumlahnya mencapai 200 orang dan berkumpul di Jalan Aipda KS Tubun. Diduga, massa sudah diseting oleh pihak tertentu.
“Seperti biasanya kami melakukan imbauan pendekatan, dalam hal ini Kapolres Metro Jakarta Barat karena itu wilayah Jakarta Barat Petamburan KS Tubun dibantu tokoh-tokoh masyarakat dan pemuka pemuka FPI, karena di situ adalah markas FPI,” sambungnya.
Namun kemudian, massa bergerak ke arah Asrama Polri Petamburan dan mereka menyerang asrama tersebut dengan batu, molotov, petasan, dan botol-botol.
Petugas piket hanya mampu memukul mundur dengan menggunakan tembakan gas air mata.
“Massa bukan mundur, tapi terus masuk melakukan masuk asrama melakukan pengrusakan asrama. Ini yang berutal lagi, massa membakar beberapa kendaraan yang parkir di sana, baik pribadi maupun dinas,” jelasnya.
Adapun mobil yang rusak berjumlah 11 unit, sementara yang dibakar ada 14 unit.
“Berikutnya Kapolda Metro Jaya tiba di lokasi untuk menenangkan massa. Sampai sekira pukul 5.00 massa masih ada di lokasi,” tambah Iqbal.
“Di situ memang ada beberapa massa yang terluka dan ini sudah kita cek dan investigasi.Aada info meninggal sedang kami cek, nanti ada waktunya,” pungkasnya. [rmol]