GELORA.CO - Kubu Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandiaga mengusulkan agar jenazah Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) dibongkar untuk diautopsi. Ketua Komisi II DPR menolak usulan itu dan menilai BPN telah mempolitisasi orang yang sudah wafat demi kepentingannya sendiri.
"Itu namanya mempolitisasi orang yang sudah meninggal. Sudah lah, kita saja yang masih hidup yang berpolitik, jangan mengajak-ajak orang yang sudah almarhum," kata Ketua Komisi II DPR, Zainudin Amali, kepada wartawan, Sabtu (4/5/2019).
Komisi II DPR yang membidangi masalah Pemilu dinyatakannya tengah prihatin dan bersedih dengan meninggalnya ratusan anggota KPPS. Pemilu 2019 harus dibayar dengan nyawa yang tak sedikit. Menurut Amali, usulan membongkar jenazah itu sudah melampaui batas. Dia memperkirakan keluarga para almarhum dan almarhumah juga menolak usulan BPN itu.
"Usulan itu berlebihan. Tentu pihak keluarga tidak mau lah. Mereka sudah ikhlas dengan kepergian anggota keluarganya, kemudian tiba-tiba dikait-kaitkan dengan politik," kata Amali.
Menurut Amali, banyaknya petugas KPPS yang meninggal pada Pemilu 2019 diakibatkan oleh kelelahan yang fatal. Mereka bekerja mulai sehari sebelum hari pemungutan suara hingga sehari setelah pemungutan suara. Amali mendengar ada petugas KPPS yang tidak tidur selama tiga hari karena mengurusi Pemilu.
"Saya melihat, beban mereka begitu memakan energi, di sisi lain mereka dituntut untuk tetap berkonsentrasi. Itu yang mengakibatkan kelelahan," kata Amali.
Amali menilai memang ada tekanan atau stres yang dialami petugas KPPS, namun itu bukan karena tekanan politik melainkan karena tuntutan teknis pekerjaan. Hajatan berat itu harus mereka urus sampai beres. Tugas itu butuh fisik yang prima, namun bakal sangat berbahaya bila orang yang bersangkutan sedang sakit.
"Pengorbanan mereka untuk proses demokrasi itu luar biasa. Harus dibayar dengan nyawa begitu," kata Amali.
Sebelumnya, anggota BPN Mustofa Nahrawardaya mengemukakan penilaiannya soal meninggalnya ratusan anggota KPPS itu. Dia merasa ada yang janggal karena banyaknya jumlah petugas yang meninggal. Maka perlu adanya autopsi supaya kecurigaan sirna.
"Kami mengusulkan kemarin kalau dipandang perlu maka seluruh jenazah yang meninggal misterius karena kami tidak mendengar secara detail penyebabnya apa secara medis, maka jika perlu semua jenazah itu dibongkar untuk dilakukan autopsi. Supaya tidak ada kecurigaan di antara masyarakat," kata anggota BPN, Mustofa Nahrawardaya di Bawaslu, Jalan MH Thamrin, Jakarta Pusat, Jumat (3/5) kemarin.
KPU menyatakan, hingga Jumat (3/5) pukul 19.00 WIB tadi malam, jumlah anggota KPPS yang wafat ada 424 orang. Jumlah anggota KPPS yang sakit ada 3.668 orang. Total petugas yang sakit dan meninggal dunia sebanyak 4.092 orang.[dtk]