Oleh Nasrudin Joha
Abdullah Mahmud Hendropriyono lupa banyak hal, termasuk lupa namanya ada unsur Arabnya. Saat mengumbar tudingan Islam arab, tudingan khilafah pecah belah, tudingan provokasi kepada WN keturunan Arab, dia lupa. Orang tuanya memberi nama dirinya : Abdulah Mahmud. Bukan Joko Hendropriyono.
Hendro juga lupa sejarah, betapa Warga Kerurunan Arab dan Islam punya andil besar bagi bangsa ini. Bahkan, sekte PKI yang memberontak di negeri ini, mayoritas keturunan Jawa, ada China, bahkan ada Sumatera, namun minus Keturunan Arab.
Hendro juga lupa lagi, mayoritas koruptor bukan WN keturunan Arab, tapi WN keturunan China. Tidak usah diurut kacang, cukup sebut Edy Tansil, Joko S Chandra, Robert Tantular, itu semua bukan WN keturunan Arab.
Tentang khilafah ? Khilafah tidak pernah menjajah negeri ini. Bahkan, kekhilafahan Turki Ustmani pernah mengirim bala bantuan untuk kesultanan kesultanan di wilayah Jawa dan Sumatera, melawan agresi penjajah. Yang menjajah negeri ini Belanda, Inggris dan Portugis. Bukan Arab, juga bukan Islam. Justru Kristen menebarkan agama, membonceng penjajah, baik Belanda, Inggris maupun Portugis.
Yang paling parah, dan ini super parah, ya ampuuun Hendro lupa. Sekarang era Now, era Sosmed, bukan zaman old, bukan zaman Orde Baru dimana Hendro pernah berjaya.
Sekarang Arab juga tidak menjajah, tapi Amerika dan China yang menjajah negeri ini secara ekonomi dan politik. Terus, Hendro bisa apa ? Bisakah Hendro menuding China dan Amerika biang kerok ?
Hendro masih belum siuman, dari romantisme sejarah orde baru. Dikiranya, rakyat negeri ini ketakutan dengan ujaran kaleng-kaleng. Hendro, setali tiga uang dengan Wiranto. Mereka masih merasa sang Jenderal yang hidup di zaman orba.
Coba lihat, berapa sadisnya netizen menguliti Hendro. Kasus Munir hingga talang sari yang tadinya adem ayem, ramai mengemuka ke publik.
Publik menjadikan "Ancaman Hendro" hanya sekedar lucu lucuan. Bahkan, anak kemarin sore pun bisa mengkritik Hendro.
Saya tidak sanggup merasakan, betapa sakitnya seorang tokoh diperlakukan secara hina. Ya, semua berpulang pada ucapannya, yang tidak berfikir dan mengontrol tindakan sebelum mengambil sikap.
Ini semua gara-gara Pilpres, keinginan kuat untuk berkuasa menghilangkan nalar sehat untuk mengamati fakta. Faktanya, ini era perubahan. Faktanya, umat ini tidak mau lagi dipimpin rezim Jokowi.
Gagal merayu kemudian mengancam, memangnya umat ini takut ? Justru, ancaman itu akan diborong semuanya oleh Umat. Dan, adakah rezim tiran yang mampu memenangkan pertarungan menghadapi umat Islam ? (*)