GELORA.CO - Badan Nasional Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo Subianto-Sandiaga Uno resmi melayangkan sengketa Perselisihan Hasil Pilpres 2019 ke Mahkamah Konstitusi padaa Jumat malam (24/5) lalu.
Permohonan Prabowo-Sandi terdiri dari 37 halaman (di luar lampiran alat bukti) dengan kuasa hukum sebanyak delapan orang. Yakni, Bambang Widjojanto, Prof. Denny Indrayana, Teuku Nasrullah, TM. Luthfi Yazid, Iwan Satriawan, Iskandar Sonhadji, Dorel Almi, dan Zulfadli.
Bambang Widjojanto selaku ketum tim hukum Prabowo-Sandi, yang menyerahkan langsung adminstrasi pendaftaran gugatan tersebut.
"Kecurangan dalam pemilu, karenanya adalah perbuatan yang sangat merusak dan bertentangan dengan prinsip pemilu yang jujur dan adil sebagaimana diamanatkan oleh pasal 22E ayat (1) UUD Negara RI Tahun 1945," demikian tulis dalil permohonan itu.
Secara lengkap, permohonan paslon 02 bisa diakses melalui situs resmi MK.
Salah satu yang menjadi sorotan dari kubu Prabowo-Sandi dalam gugatan ini adalah adanya kecurangan pada penyelenggaraan pemilihan 17 April 2019.
"Kecurangan dalam pemilu, karenanya adalah perbuatan yang sangat merusak dan bertentangan dengan prinsip pemilu yang jujur dan adil sebagaimana diamanatkan oleh pasal 22E ayat (1) UUD Negara RI Tahun 1945," demikian yang dijadikan dalil permohonan itu.
Lebih lanjut disebutkan, pengujian atas prinsip kejujuran dan keadilan dalam pemilu demikian, haruslah dilakukan oleh lembaga peradilan. Di forum inilah bahkan putusan rakyat terbanyak (demokrasi) melalui pemilu dapat dibatalkan, jikalau berdasarkan kecurangan atau pelanggaran terhadap prinsip hukum (nomokrasi).
Dalam bahasa UU 7/2017 tentang Pemilu, sengketa dibagi dalam sengketa proses, pelanggaran pemilu dan sengketa hasil. Lalu, dibangun argmentasi bahwa sengketa proses dan pelanggaran pemilu hanya bisa diselesaikan di Bawaslu hingga peradilan pidana pemilu, sedangkan sengketa hasil merupakan kewenangan MK untuk menanganinya.
Sementara, Ada banyak laporan yang telah disampaikan kubu Prabowo-Sandi kepada KPU dan Bawaslu yang menyangkut sengketa di atas dan sebagian besarnya tidak pernah diputuskan hingga saat ini.
Bagi tim hukum Prabowo-Sandi, logika yang membelah proses penanganan sengketa yang demikian, tidaklah tepat. Seharusnya, MK diberikan ruang yang lebih luas untuk tidak hanya menyidangkan soal selisih suara, tetapi lebih jauh, menjaga marwah pemilu yang jujur dan adil.
"Karenanya, kalau ada proses pemilu yang curang, bahkan sebelumnya proses pemungutan suara, maka MK juga berwenang dan tidak dapat dihalangi untuk menyidangkannya," demikian tertulis. [rmol]