Oleh: Hasan Rio Sumantri*
Pertanyaan yang menggugah di tengah gejolak pemilu 2019 di tanah air. Gejolak yang diinisiasi pola pola defensif KPU dan Bawaslu yang seharusnya independen dalam bersikap dan mengambil keputusan.
Defensif karena mengabaikan laporan-laporan civil society atas temuan kecurangan dan laporan-laporan Badan Pemenangan Nasional Prabowo Sandi. KPU dan Bawaslu diharapkan profesional atas dasar Undang Undang yang mana ia dibuat untuk terselenggaranya pemilu yang demokratis.
Sementara situasi global kian memanas utamanya aksi latihan perang di berbagai negara di laut china selatan. Belum lagi kita sama sama tahu melabuhnya kapal perang China dan AS. Menyusul kabar Rusia pun hendak berlabuh. Fenomena ini bukan suatu kebetulan. Ada banyak pihak pihak yang berkepentingan dengan hasil akhir pemilu 2019 di Indonesia.
Dalam sudut pandang kajian politik internasional. Pemilu 2019 di Indonesia sebagaimana lazimnya negara berkembang pada umumnya tidak lepas dari kepentingan “kekuatan luar” yang bermain.
Bahkan ada sarkasme di kalangan analisnya, bagi negara berkembang silahkan berebut jabatan apa saja asal jangan tiga jabatan. Tiga jabatan itu adalah, Presiden, Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral. Apakah itu benar? wallahualambisaawab.
*) Analis Institute Dialektika Madani