GELORA.CO - Indonesia Corruption Watch (ICW) meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menelusuri dugaan keterlibatan tiga menteri kabinet Joko Widodo atau Jokowi dalam 3 kasus korupsi berbeda.
Mereka adalah Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita, Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin, serta Menteri Pemuda dan Olahraga Imam Nahrawi.
"Kalau buktinya sudah cukup, baik itu terbukti di persidangan maupun pengakuan beberapa orang, harusnya bisa menjadi modal kuat untuk KPK menelusuri lebih jauh," kata peneliti ICW, Kurnia Ramadhana, di kantornya, Jakarta, Ahad (12/5/2019).
Nama ketiga menteri dalam kasus berbeda ini mencuat pada tahap penyidikan maupun persidangan.
Tersangka kasus suap pengangkutan pupuk, Bowo Sidik Pangarso, menyebut mendapat duit Rp 2 miliar dari Menteri Perdagangan, Enggartiasto Lukita.
Kepada penyidik, Bowo mengatakan uang itu diberikan untuk mengamankan Peraturan Menteri Perdagangan tentang gula rafinasi.
KPK telah menggeledah kantor dan rumah Enggar. Namun, Enggar membantah telah memberikan duit kepada Bowo.
Belakangan, Bowo berencana mengubah keterangannya dalam Berita Acara Pemeriksaan terkait Enggar.
Sementara itu, nama Menag Lukman Hakim mencuat dalam sidang praperadilan yang diajukan tersangka jual-beli jabatan di Kementerian Agama, Romahurmuziy.
Tim Biro Hukum KPK menyatakan, Lukman menerima Rp 10 juta dari Kepala Kantor Wilayah Kemenag Jawa Timur, Haris Hasanuddin, tersangka penyuap Rommy.
Lukman mengaku sudah mengembalikan duit itu ke KPK sebagai gratifikasi. Namun, KPK tak mengakui pengembalian itu, karena Lukman mengembalikannya setelah proses penyidikan Rommy dimulai.
Adapun dugaan keterlibatan Imam Nahrawi tertulis dengan jelas dalam berkas tuntutan jaksa KPK untuk terdakwa Sekretaris Jenderal Komite Olahraga Nasional Indonesia, Ending Fuad Hamidy.
Dalam tuntutannya, jaksa meyakini keterlibatan Imam dan asistennya, Miftahul Ulum, didukung oleh alat bukti dan keterangan saksi yang kuat.
Baik Imam maupun Ulum telah membantah terlibat dalam kasus itu, baik secara lisan maupun saat bersaksi dalam persidangan.
Namun, jaksa menilai bantahan keduanya tidak relevan karena adanya keterangan saksi dan bukti.
Kurnia meyakini, KPK tidak akan melihat latar belakang seseorang dalam menetapkan tersangka, meskipun ia seorang menteri. Dia mengatakan kerja KPK selalu berdasarkan kecukupan alat bukti.
"Kami yakin kalau KPK menetapkan orang pasti ada permulaan bukti yang cukup," katanya. [mc]