GELORA.CO - Calon presiden nomor urut 01 Joko Widodo (Jokowi) masih berada di atas angin dalam sejumlah survei baru-baru ini. Elektabilitasnya dinilai lebih unggul dibandingkan calon presiden nomor urut 02, Prabowo Subianto dengan selisih suara sekitar 20 persen.
The Economist, dalam artikel "To win re-election, Indonesia's president has betrayed his principles" menyoroti bahwa hal itu tidak lepas dari kebijakan-kebijakan populer yang diambilnya selama menjabat dan mendapat apresiasi serta antusiasme masyarakat.
Salah satu kebijakan Jokowi yang populer adalah membangun infrastruktur yang sangat dibutuhkan. Di masa pemerintahannya, Jokowi hadir dengan rencana untuk menghabiskan anggaran 323 miliar dolar AS atau sekitar 32 persen dari GDP selama tujuh tahun untuk membangun 3.258 km jalur kereta api, 3.650 km jalan, sejumlah bandara baru, pelabuhan laut dan pembangkit listrik.
Jokowi juga merebut simpati warga pedesaan yang membentuk setengah populasi di Indonesia dengan menerapkan dan memperjuangkan undang-undang yang disahkan di bawah Presiden SBY untuk mengirimkan dana pemerintah langsung kepada para pemimpin desa.
Kebijakan populer Jokowi lainnya adalah perluasan asuransi kesehatan dasar. Jumlah orang yang tercakup dalam asuransi kesehatan ini telah meningkat dari 131 juta pada tahun 2014 menjadi 205 juta pada tahun 2019.
Namun, kebijakan-kebijakan tersebut perlu banyak dikritisi. Dalam hal pembangunan infrastruktur, tidak sedikit dari proyek-proyek di masa Jokowi yang jauh dari penampilan publik dan tidak jelas statusnya. Tetapi, beberapa proyek besar gencar disorot dan diulas besar-besaran di momentum yang menguntungkan bagi Jokowi, yakni jelang pemilu 2019. Tengok saja MRT yang dibuka pada awal April lalu atau jalan tol Trans-Jawa yang dibuka Jokowi pada Desember 2018 lalu, sebagai contoh.
Dalam hal dana desa, perlu digarisbawahi bahwa kepala desa tidak kebal terhadap korupsi. Selain itu banyak kekurangan keterampilan administrasi dan beberapa kompetensi dasar di tingkat desa untuk mengelola dana tersebut.
Sedangkan dalam hal perluasan asuransi kesehatan dasar, masih banyak kekurangan seperti akses ke perawatan kesehatan terbatas dan kualitas layanan buruk.
Terlepas dari kebijakan-kebijakan populernya, Jokowi miliki "sisi lain" yang tampak nyata namun sepi sorotan.
Sebagai contoh, di tahun-tahun pertama menjabat, Jokowi memangkas subsidi energi untuk menghasilkan beberapa ruang bagi anggaran infrastruktur yang diperluas.
Namun, tahun lalu, jelang pemilu 2019, Jokowi kembali menaikkan beberapa subsidi energi dan anggaran infrastruktur sedikit dipangkas. Bukan hanya itu, Jokowi juga memberikan intervensi lebih dalam sektor ekonomi. Pada bulan Desember lalu, dia menyelesaikan nasionalisasi Grasberg, tambang emas terbesar di dunia dan tambang tembaga terbesar kedua, yang sebelumnya dimiliki oleh Freeport-McMoRan, perusahaan Amerika Serikat, dan Rio Tinto, perusahaan Inggris-Australia.
Merebut kembali sumber daya nasional dengan cara ini sangat populer dan mengundang apresiasi di dalam negeri. Tetapi mungkin bisa membuat pihak asing tidak mau berinvestasi di Indonesia di tahun-tahun mendatang.
Intervensi lain Jokowi dalam sektor ekonomi Jokowi juga terihat ketika beberapa waktu Jokowi meminta maskapai penerbangan milik negara, Garuda untuk memotong seperlima harga. Jokowi juga memerintahkan perusahaan minyak dan gas negara, Pertamina untuk menurunkan harga bahan bakar pesawat.
Sementara itu, dalam hal politik, Jokowi telah menggunakan taktik cerdik untuk membatasi ruang gerak para pengritiknya. Tahun lalu, polisi memblokir lebih dari 20 unjuk rasa yang diselenggarakan oleh gerakan 2018 Ganti Presiden dengan dalih perizinan. Selain itu, sejak Januari lalu, beberapa tokoh oposisi telah ditangkap dengan tuduhan yang lemah.
Thomas Power dari Australian National University mencatat apa yang tampaknya merupakan penggunaan taktis penuntutan oleh jaksa agung, orang dekat Jokowi.
Pada tahun 2017 bos media Hary Tanoesoedibjo yang mendukung lawan Jokowi dihadapkan dengan tuduhan penggelapan pajak yang telah berlangsung selama satu dekade.
Selain itu, Jokowi juga merupaya mengimbangi Prabowo Subianto, sosok yang sangat dekat dengan tentara, dengan cara meningkatkan posisinya sendiri dengan membawa beberapa jenderal era Soeharto ke lingkaran dalamnya.
Dalam sejumlah pidatonya, Jokowi juga mendorong tentara untuk memperjuangkan kebijakan pemerintah dan menindak mereka yang menyebarkan informasi palsu tentang dirinya secara online.
Selain itu, pada bulan Februari lalu, Jokowi tampak bermain-main dengan wacana mengembalikan kebijakan yang mencadangkan pekerjaan pelayanan sipil untuk para veteran, suatu langkah yang disukai para jenderal baik karena banyak perwira senior yang pensiun membutuhkan pekerjaan.
Mungkin pembalikan terbesar Jokowi adalah pemilihan Ma'ruf Amin sebagai pasangannya dalam pemilu 2019 ini untuk menangkal berbagai isu berbau agama yang menerpanya.
"Dia (Jokowi) menimbun modal politik dan tidak menghabiskan banyak dari itu," kata analis politik, Kevin O'Rourke. [rm]