Oleh Wongso Dipakiwari
Jangan pernah percaya pada kekuasaan, karena kekuasaan ada batas waktunya. Percayalah pada gerak sejarah karena dia menggelinding tiada henti.
Jokowi adalah SBY dalam bentuk lain dan narasi yang berbeda. Jokowi dan SBY adalah sama-sama politisi penunggang angin. Mereka juga penunggang puncak-puncak gelombang. Karena itu keduanya sama-sama gemar pada pencitraan. Perhatikan, SBY yang gagah dan tinggi besar gemar sekali difoto kala ia dikeliling orang-orang sekitarnya. Ia percaya diri sebagai yang terbaik dari semua orang tersebut. Ini menunjukkan bahwa ia didukung banyak orang dan berbagi dengan banyak orang. Karena itu SBY bisa menyenangkan banyak orang. Itu yang membuat ia lama bertahan. Ini pula yang membuat ia tak mudah mengambil keputusan. Ia ingin every body happy.
Sedangkan Jokowi gemar difoto sendirian. Suatu kali, dalam Konser Dua Jari, pada hari-hari terakhir menjelang pencoblosan pada pemilu 2014, di masa minggu tenang, ada salah seorang yang belum paham dengan langgam ini, ikut berlari kala Jokowi berlari kecil menuju ke cat walk panjang menjorok ke arah massa di kawasan Monas. Seseorang yang menjadi sutradara berteriak pada orang itu: “Kembali, atau saya tarik ke belakang!” Orang itu pun langsung balik kanan. Lalu kita menyaksikan foto fenomenal saat Jokowi foto sendiri di atas panggung dengan latar belakang Monas dan massa yang menyemut. Konser Dua Jari dengan foto dahsyatnya ini menjadi gelombang penyapu suara terakhir yang menandai gong kakalahan Prabowo-Hatta.
Sebetulnya, langgam Jokowi berfoto sendiri itu sudah dimulai sejak menjadi gubernur DKI Jakarta. Ia masuk got yang kering dengan kepala yang menyembul. Ia tengak-tengok melongok gorong-gorong. Ia meniti handrail tangga penyeberangan jalan kala Jl Thamrin terendam banjir, dan sebagainya. Foto Jokowi meniti handrail itu menjadi viral. Publik terpesona. Dengan angle yang pas, foto itu menjadi heroik dan indah. Namun foto itu tak memperlihatkan bahwa di sisinya ada anak tangga. Jadi sebetulnya Jokowi tak perlu meniti handrail semacam itu. Tapi itulah bius Jokowi. Publik suka.
Hari-hari Jokowi selanjutnya ditaburi dengan foto-foto semacam itu. Foto kegiatan pertama Jokowi adalah saat berdialog dengan petani di Garut. Jokowi hanya berdua dengan petani itu. Di tengah sawah, intens dengan wong cilik. Di latarnya hijau tetumbuhan dan bukit Garut yang memang indah. Mungkin hendak mereka ulang adegan imajiner Bung Karno yang berdialog dengan petani di Bandung Selatan dengan petani bernama Marhaen – dari sinilah ideologi marhaenisme berasal. Ya, upaya mereplikasi Bung Karno oleh Jokowi memang ada. Hal itu misalnya dilakukan saat Jokowi difoto sendirian sedang memakai sepatu seusai solat. Foto ini segera viral dan disandingkan dengan foto Bung Karno dengan adegan yang hampir persis sama. Juga seusai solat.(*)