Oleh: M Juhriyanto
Wartawan Senior
Pihak Capres 01 sudah merasakan tanda-tanda kekalahannya, yang kini sudah dalam masa sakaratulnya Petahana, di ujung leher menjelang Hari-H pencoblosan. Karena itu, petahana melakukan langkah pamungkas, dengan kemungkinan reshuffle kabinet di injury time. Apalagi, konon sudah ada dua menteri yang telah mengajukan pengunduran diri. Perahu sudah mulai karam!
Kabarnya, Rosan P Roeslani mengisi posisi Menko Perekonomian menggantikan Darmin Nasution. Mantan Gubernur Jawa Timur Soekarwo (Pakde Karwo) menggeser Tjahjo Kumolo yang dianggap gagal demi suara Mataraman di Jawa Timur. Sedangkan Gandjar Pranowo (Gubernur Jawa Tengah) harus berurusan dengan KPK, sehingga posisi Gubernur diberikan kepada wakilnya, Taj Yasin Maimoen demi mempertahankan suara Nahdliyin di Jawa Tengah. Karena, Jawa Timur dan Jawa Tengah adalah benteng pertahanan terakhir petahana.
Dengan komposisi tersebut, seolah benar ada dua menteri yang telah meminta pengunduran diri tapi tidak diperbolehkan. Forum News Network mendengar isu tersebut dari sumber terpercaya memang benar bahwa ada dua menteri yang mau mengundurkan diri. Tapi kalau betul yang terjadi skenario di atas, hanya beda nama saja. Sebelumnya, sumber FNN menyebut nama Menteri Keuangan Sri Mulyani dan Kepala BKPM Thomas Lembong (Tom Lembong).
Nampaknya, bobolnya dukungan pengusaha di KADIN dan khususnya HIPMI menjadi pukulan telak bagi petahana. Apalagi “bedol desa” yang dilakukan Erwin Aksa juga membawa gerbong besar lainnya, yaitu Klan Kalla, melalui Fatimah Kalla, adik Wakil Presiden Jusuf Kalla. Gerbong Fatimah ini merupakan representasi Klan Kalla, mengikuti Klan Aksa yang lebih dahulu bergabung dengan Capres 02 Prabowo Sandi. Eksodusnya Erwin Aksa dan 1.000 pasukan pengusaha ditandai dengan deklarasi dukungan kepada Prabowo Sandi (21/3/2019). Tak pelak, petahana panik, dengan mati-matian mempertahankan gerbong pengusaha di luar Kelompok Erwin Aksa, yaitu melalui Rosan P Roeslani yang telah bergabung bersama Erick Thohir di Capres 01. Seperti Erwin, Rosan juga karib Sandiaga S Uno Cawapres 02. Namun, untuk menambah kekuatan cengkeramannya, petahana telah menjanjikan posisi Menteri Koordinator (Menko) kepada Rosan agar tidak lari. Kemungkinan akan mengisi posisi Menko Perekonomian, Darmin Nasution yang dinilai oleh Tim Kabinet Kerja lainnnya “ogah-ogahan”, sehingga kinerja ekonomi tak mampu memberikan efek elektabilitas bagi petahana.
Sementara itu, fakta elektabilitas petahana yang sudah di bawah angka psikologis jauh dari kemungkinan menang (di bawah 50%) membuat posisi Menko yang dijanjikan kepada Rosan akan dipercepat, yaitu di injury time pencoblosan. Langkah ini diharapkan mampu memberi efek kejut kepada pemilih, sehingga elektabilitas petahana rebound. Hasil survey internal Capres 01 yang tercermin pada publikasi survey Litbang Kompas, kemungkinan janji pemberian posisi pada Rosan akan dilakukan sebelum Hari – H pencoblosan, sebagai bagian strategi Perang Total – semua cara ditempuh unruk meraih kemenangan.
Hasil survei yang digelar Litbang Kompas pada 26 Februari hingga 5 Maret 2019 (selanjutnya disebut survei Maret 2019) itu menunjukkan elektabilitas Jokowi-Ma’ruf sebesar 49,2 persen, sementara Prabowo-Sandiaga mencapai 37,4 persen. Artinya, elektabilitas Jokowi-Ma’ruf hanya selisih 11,8 persen daripada Prabowo-Sandiaga.
Naga-naganya reshuflle akan dipercepat sebagai kejutan terakhir dari petahana melihat kekalahan sudah di depan mata. Reshuflle di detik akhir, kemungkinan menjadi strategi pamungkas petahana dalam menahan larinya gerbong pengusaha di KADIN dan HIPMI via Rosan, sekaligus mempertahankan benteng terakhir pertahanan petahana di Jatim dan Jawa Tengah dengan mengangkat menteri Soekarwo (Pakde Karwo) dan menenggelamkan Gandjar Pranowo ke dalam jerat hukum KPK atas kasus korupsi yang membelitnya.
Diangkatnya Pakde Karwo sebagai Menteri Dalam Negeri menggantikan Tjahjo Kumolo yang dianggap gagal demi suara Mataraman di Jawa Timur di tengah tergerusnya suara nahdliyin di kalangan Etnis Madura (di Pulau Madura dan Tapal Kuda), ditambah kinerja dzurriyah pendiri NU, termasuk Ponpes Tebuireng yang jelas-jelas menjadi pendukung militan Prabowo Sando di Jatim. Sejumlah kiai dan warga Nahdlatul Ulama (NU) yang tergabung dalam Barisan Kiai dan Santri Nahdliyin mendeklarasikan dukungan terhadap pasangan capres-cawapres nomor urut 02 Prabowo Subianto-Sandiaga Uno di Rumah Djoeang, Jakarta Pusat, Sabtu (1/12/2018).
Barisan Kiai dan Santri Nahdliyin tersebut dipimpin KH Solachul Aam Wahib Wahab. Ia merupakan cucu salah satu pendiri NU, almarhum KH Wahab Hasbullah. Dalam kesempatan itu, ia menjanjikan 60 persen suara bagi pasangan Prabowo-Sandi di wilayah Jawa Timur pada Pilpres 2019 mendatang. “Kami sudah melakukan konsolidasi selama kurang lebih tiga bulan di seluruh kabupaten di Jawa Timur. Semua berjalan baik dan lancar,” ujar KH Solachul Aam Wahib Wahab (Kompas, 1/12/2018).
Tak cukup itu, Pondok Pesantren berpengaruh Keluarga KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur), Tebuireng juga menjanjikan dukungan suara kepada Prabowo Sandi. Salah satu keluarga Tebuireng, Irfan Yusuf Hasyim atau yang akrab disapa Gus Irfan. Dalam kegaiatan Sandiaga Uno di Lapangan Pema Ngunut Tulungagung, ia hadir bersama sebagian besar kekuarga Pesantren Tebu Ireng. “Alhamdulilah siang ini saya datang bersama sebagian besar keluarga Tebuireng, ada Gus Hasyim Karim Bin Kiai Karim Hasyim Asy’ari, ada adinda saya adinda Iqbal Bin Salahudin Wahid, ada juga adinda saya Abdul Kholiq,” kata Irfan, Senin (18/3/2019).
Sebaliknya, di Jawa Tengah, Gandjar Pranowo direlakan masuk bui, agar posisinya digantikan Taj Yasin, Putra Syaichona KH Maimoen Zubair demi memperkuat dukungan suara Nahdliyin agar tidak beralih kepada oposisi. KH Maimoen Zubair, adalah ulama kharismatik di Jawa Tengah yang telah mendoakan Prabowo Subianto menjadi Presiden Indonesia di hadapan petahana yang sebenarnya doa itu dimintakan oleh Ketua Umum PPP Romahurmuzy (Romi) bagi suami Iriana itu. Tapi, Mbah Maimoen tetap mendoakan Prabowo menjadi Presiden Indonesia.
Petahana melakukan berbagai cara untuk mempertahankan benteng terakhirnya itu, Jawa Timur dan Jawa Tengah, meskipun memakan temannya sendiri. Apalagi di Jawa Tengah, keluarga KH Maimoen Zubair yang lain, yang juga tokoh Nahdliyin yang disegani di Jawa Tengah, yaitu KH Muhammad Najih Maimoen (Gus Najih) sangat militan menggerus suara Petahana di Jawa Tengah, terutama suara NU. Gus Najih sangat rajin blusukan menarik dukungan suara bagi Prabowo Sandi, Capres 02.
Sementara itu, bila Darmin Nasution dinilai ogah-ogahan, maka Tjahjo Kumolo dianggap gagal. Menurut sumber di Kemendagri, Tjahjo dikabarkan bersama oknum Bawaslu dan KPU melakukan survey elektabilitas petahana, hasilnya mirip dengan hasil survey Kompas. Kabarnya, 43% untuk Capres 01, dan 37% untuk Prabowo Sandi, dan 20% menyatakan merahasiakan atau mengaku belum menentukan pilihan. Namun, ketika dipertajam dengan pertanyaan lebih lanjut, 80% sisa suara itu memilih Prabowo tapi merahasiakan karena khawatir adanya tekanan, sisanya 20% lagi didesak dengan pertanyaan lebih lanjut mengarahkan pilihannya kepada Capres 02. Sehingga sisa suara yang 20% itu hampir seluruhnya pemilih Prabowo Sandi, sehingga komposisinya 43% untuk 01 dan 57% untuk 02. PETAHANA KALAH, dan Tjahjo sebagai pemegang data kependudukan gagal.
Sedangkan dua menteri yang menyatakan mundur, kemudian tidak boleh, yaitu Tom Lembong dan Sri Mulyani. Lembong sebagai “proxy” pemilik Meikarta merasa turut tersakiti ketika Meikarta dan ownernya seolah “dibiarkan” diobok-obok KPK, padahal Meikarta ada nama Agum Gumelar dan LBP juga turut hadir dalam peresmian. Berbeda dengan Lembong, Sri Mulyani yang sebenarnya sudah “tidak sehati” dengan banyak kebijakan Presiden sudah minta mengundurkan diri, belakangan malah dianggap tidak loyal.
Juru bicara Tim Kampanye Nasional (TKN) Joko Widodo-Ma’ruf Amin, Mukhammad Misbakhun mengkritik Menteri Keuangan Sri Mulyani yang belum juga menindaklanjuti keinginan Presiden Jokowi untuk memangkas pajak penghasilan korporasi. Misbakhun menilai sikap Sri Mulyani itu menandakan bahwa ia tak loyal kepada Presiden Jokowi. Misbakhun yang bermitra dengan Sri Mulyani di Komisi XI DPR ini menjelaskan, pemangkasan tarif pajak korporasi memang mengakibatkan berkurangnya penerimaan negara. Namun, tarif pajak korporasi yang saat ini di angka 25 persen jika diturunkan bisa berefek pada meningkatnya pertumbuhan ekonomi. (end)*