Negeri ini kembali terasa memprihatinkan lantaran ulah kekanak-kanakan sekelompok oknum berseragam. Setelah tindakan kasar diberlakukan kepada tagar dan kaos #2019GantiPresiden, tindakan serupa dialamatkan kepada baliho yang menjadi salah satu aspirasi tulus rakyat jelata.
Kejadian pilu dan mengiris hati sebagai masyarakat yang merdeka itu harus terjadi di Perumahan Limus Pratama, Cileungsi, Bogor, Jawa Barat, Senin (29/4/19) sore.
Bermula dari luapan kegembiraan relawan yang mengucapkan terimakasih kepada rakyat yang telah memilih Prabowo-Sandi pada pilpres 2019, oknum aparat bertindak kasar dan semena-mena.
Memang aparat belum memukul, menendang, atau menembak warga saat akan menurunkan spanduk besar yang terpasang di pintu masuk Perumahan Limus Pratama, tapi tindakan mengirimkan mobil pemadam kebakaran dan mobil lapis baja serta senjata terkalung di badan merupakan teror psikologis yang bermakna menakut-nakuti.
Bukankah jika terdapat pelanggaran masih terbuka ruang diskusi? Mengapa harus menunjukkan kekuatan fisik dan visual dengan mengerahkan alat ‘perang’?
Rakyat bisa saja menurunkan baliho besar ucapan terimakasih kepada para pemilih. Tapi, bisakah aparat menyampaikan alasan logisnya? Mengapa harus diturunkan? Pasal berapa yang dilanggar oleh rakyat?
Apakah aparat berpikir bahwa rakyat akan takut dengan moncong senjata yang digerakkan oleh moncong putih? Tidakkah mereka tahu bahwa rakyatlah yang dengan gagah perkasa mengusir penjajah dari bumi pertiwi.
Lagipula, aparat bertindak tidak adil. Aparat jelas-jelas memihak kepada atasan. Padahal atasan dan aparat digaji oleh rakyat.
Aparat dengan pongah membawa pasukan, mobil pemadam, dan mobil lapis baja untuk menurunkan spanduk bertuliskan ucapan terimakasih kepada rakyat yang telah memilih Prabowo-Sandi, sementara saat ada baliho yang dipasang seorang kepala daerah yang nyata mengucapkan selamat atas kemenangan Jokowi-Ma’ruf dibiarkan tegak berdiri?
Wahai aparat, jangan kira rakyat takut. Rakyat tak akan melawan kalian. Rakyat hanya akan melawan pelaku kezaliman. Dan kalian pun tak perlu takut kepada rakyat. Cukup takut kepada Tuhan yang menciptakan kalian. Sebab jika terzalimi, doa rakyat pasti dikabulkan Tuhan.
Tapi tenang, rakyat tak akan mendoakan kebinasaan. Rakyat hanya berharap agar aparat mendapatkan hidayah hingga mampu bersikap adil. Keadilan yang paripurna hingga melahirkan kemakmuran.
*Penulis: Pirman (Pecinta Keluarga Sejati)
[swa]