GELORA.CO - Peretasan pada akun media sosial Jelang Pemilu 17 April semakin marak terjadi.
Sebut saja baru-baru ini akun media sosial (medsos) milik mantanSekretaris Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Muhammad Said Didu diretas atau dibajak.
Sebelumnya peretasan juga terjadi pada akun medsos tokoh-tokoh lainnya, seperti akun JS Prabowo, Ferdinand Hutahaean, Ustad Abdul Somad (UAS), dan Haikal Hassan yang mana mereka adalah pendukung capres 02, Prabowo Subianto-Sandiaga Uno.
Banyaknya kasus peretasan yang terjadi dinilai oleh Chairman Lembaga Riset Keamanan Siber CISSReC sebagai kejadian yang sangat memprihatinkan.
Pratama berharap pihak Cybercrime Polri bersama Kominfo dan pihak terkait lainnya harus segera menelusuri kejadian tersebut. Karena apabila tidak mendapat perhatian dari aparat, dikhawatirkan isunya akan melebar ke mana-mana.
"Bila ditarik ke sisi politik akan merugikan pihak 01 juga 02. Namun, lebih berbahaya lagi kejadian ini dapat memanaskan situasi di tengah masyarakat. Apalagi seperti di akun Said Didu, pasca diretas lalu diposting sebuah hoax terkait UAS. Ini imbasnya besar dan sudah sangat ramai di media sosial," kata Pratama dalam keterangannya, Selasa (16/4).
Paling tidak, lanjut Pratama, ini adalah momen di mana keamanan siber ternyata begitu sangat penting. Cybercrime Polri harus berkolaborasi dengan Kominfo, BSSN dan juga penyedia platform untuk mengejar pelaku.
Polri punya pengalaman bagus saat menangkap para admin @triomacan2000. Artinya untuk mencari dan menelusuri pelaku sangat mungkin, karena setiap kegiatan di wilayah digital pasti meninggalkan jejak.
"Berdasarkan pengalaman-pengalaman sebelumnya, saya yakin Cybercrime Polri mampu menelusuri jejak digitalnya dan segera mengungkap pelakunya," imbuh Pratama.
Namun tidak kalah penting, lanjut Pratama, adalah setiap tokoh publik harus mampu mengamankan akun media sosialnya, dengan fitur paling standar yang sudah disediakan.
"Langkah pengamanan yang dilakukan sama di seluruh media sosial, lakukan otentikasi dua langkah alalu matikan layanan pihak ketiga seperti game dan aplikasi. Semakin populer artinya semakin besar kemungkinan menjadi target peretasan oleh siapapun," terang Pratama.
Nomor seluler yang dimasukkan ke fitur otentikasi adalah nomor yang tidak disebar ke publik. Artinya orang yang ingin melakukan kloning nomor seluler tidak tahu persis nomor mana yang dipakai. Ini penting karena salah satu cara menjebol akun medsos dengan melakukan kloning nomor seluler.
"Sebenarnya bila akun yang diretas jelas milik politisi atau selebritis yang dikenal luas oleh publik, seharusnya platform seperti Twitter FB dan Instagram bisa mengembalikan ke pemiliknya," jelas Pratama.
Pratama menambahkan untuk mengamankan Whatsapp sama seperti medsos lainnya. Aktifkan otentikasi dua langkah di setting keamanan. Jadi secara berkala Whatsapp akan meminta beberapa digit nomor untuk masuk ke aplikasi.
Paling penting bila dikloning, langsung lapor provider, karena
nomor kita telah terdaftar dengan NIK dan KK, jadi bisa langsung dimatikan dan WA diambil alih.
"Rentetan peristiwa peretasan medsos yang menimpa politisi dan selebtwit, hal ini sangat mungkin terjadi dengan kondisi keamanan siber Indonesia yang masih rentan," pungkas Pratama. [rmol]