GELORA.CO - Setelah Jenderal (Purn) Soeharto dan Jenderal (Purn) Susilo Bambang Yuhdoyono (SBY) jadi presiden, Prabowo Subianto akan menjadi jenderal ketiga yang akan memimpin Indonesia jika dia dipilih rakyat pada Pilpres 2019 nanti.
“Jika melihat antusiasme masyarakat yang begitu tinggi saat kampanye Pilpres paslon 02 Prabowo Sandi di Gelora Bung Karno (GBK), Minggu (7/4/2019), aroma kemenangan bagi pasangan ini memang tak terbendung. Prabowo bakal jadi jenderal ketiga yang akan menjadi Presiden Indonesia,” kata pengamat politik dari Lembaga Kajian dan Analisa Sosial (LeKAS) Karnali Faisal kepada media, Senin (8/4/2019).
Menurutnya, kemenangan Prabowo itu karena masyarakat i sudah tak sabar ingin keluar dari kesumpekan kondisi bangsa selama 4 tahun terakhir ini.
"Sebut saja misalnya pertumbuhan ekonomi yang rata-rata hanya lima koma sekian persen dan jauh dari janji pemerintah maupun ekspektasi masyarakat sendiri," ujar Karnali.
Hal senada disampaikan pengamat kebijakan publik Zulfikar Ismail, menurutnya, kalau dilihat dari banyaknya masyarakat yang hadir disetiap Prabowo-Sandi kampanye, dan visi, misi maupun program yang disampaikan paslon 02 ini, tak salah kalau ada yang menyatakan, Indonesia akan dipimpin seorang jenderal lagi.
“Setelah Pak Harto dan SBY, Prabowo akan menjadi jenderal ketiga yang akan memimpin Indonesia dan saya yakin akan membawa perubahan bagvi bangsa dan rakyat,” ujar Zulfikar dihubungi Senin (8/4/2019).
Kontribusi Sandi
Lebih lanjut Karnali Faisal menilai, kehadiran Sandi sebagai pengusaha sukses dan juga dekat dengan kaum milenial, dianggap cocok bagi Indonesia yang tengah menapaki era digital. Sandi punya kontribusi besar menaikkan elektabilitas Prabowo.
Oleh karena itu, lanjut Karnali, dalam Pilpres sekarang ini sebenarnya sudah tidak relevan lagi membincangkan dikotomi latar belakang sipil militer. Jika kemudian Prabowo terpilih sebagai presiden dan realitas yang bersangkutan berasal dari militer, sebatas riwayat perjalanan hidup sekaligus catatan sejarah Indonesia dipimpin purnawiran jenderal pasca Pak Harto dan Pak SBY.
Terkait ketakutan banyak pihak yang menyebut jika Prabowo jadi presiden maka akan otoriter, Karnali memaparkan, pasca Orde Baru, Indonesia punya banyak rambu dalam bentuk regulasi yang membatasi kekuasaan presiden. Sehingga kekhawatiran otoriterianisme itu terlalu berlebihan.
Soal Prabowo dianggap pelanggar HAM karena kasus menculik aktivis, Karnali menjelaskan, tudingan itu belum pernah terverifikasi setidaknya dengan keluarnya surat catatan kepolisian. "Selain itu, Prabowo pernah menjadi Cawapres Mega dan isu tentang HAM tidak muncul saat itu," tandasnya.
Bisa Saja
Dihubungi terpisah, Pangi Syarwi Chaniago analis politik dari Universitas Indonesia mengatakan soal Prabowo Subianto jadi presiden jenderal ketiga itu kemungkinan bisa saja.
"Namun pada hari H, tentu banyak yang bisa berubah, masih bisa dipengaruhi undecided voters, swing voters, strong voters bahkan struktur golput masih bisa mengubah peta politik Pilpres," ujar Pangi di Jakarta, Selasa (9/4/2014).
Menurut Pangi jelang Pilpres yang tinggal menghitung hari ini, kedua pasangan masih saling bersaing untuk meraih simpati rakyat.
"Saya melihat pilpres masih sangat kompetitif dan dinamis, baik Jokowi maupun Prabowo masih berpeluang menang dan perpeluang kalah dalam Pilpres 2019," ungkap Direktur Eksekutif Voxpol Center Research and Consulting ini.
63 Persen
Sementara itu, anggota Dewan Pengarah Badan Pemenangan Nasional (BPN) Fadli Zon optimistis, Prabowo-Sandiaga dapat memenangkan Pilpres 2019. "Optimismenya, ini prediksi ya, 59 sampai 63 persenlah kira-kira," ucap Fadli.
Fadli berpendapat, ramainya peserta yang hadir pada kampanye Akbar di GBK membuktikan bahwa Prabowo-Sandi merupakan simbol perubahan bagi masyarakat. "Jadi masyarakat menginginkan adanya perubahan,” ujar Fadli. [ht]