GELORA.CO - Jaringan Nasional Garda Depan (JAGAD) Relawan Nasional menyikapi beberapa hal yang berkembang paska Pemilu 17 April 2019; mulai dari ratusan petugas Pemilu yang meninggal dan ribuan yang sakit, ide gila pemilu ulang, rekonsiliasi seolah olah negeri ini sedang konflik, proxy war menyelinap di seluruh sendi bangsa ini, ada indikasi sebagai sebuah skenario chaos hingga darurat sipil sampai dekrit Presiden.
“Kami berharap pemerintah saat ini tidak mengambil tindakan yang akan mencederai proses demokrasi, pemilihan umum eksekutif dan legislatif setiap 5 tahun sekali adalah ajang memilih pemimpin, pesta demokrasi dan pesta rakyat, mengapa pemilu 2019 ini terkesan menjadi ajang perselisihan, perpecahan dan seolah olah rakyat terbelah menjadi beberapa kubu, ada yang teriak Radikal, saling tuding anti Pancasila dan NKRI, itu lihat yang PKI tepuk tangan, kapitalis kolonialis era baru sorak sorai,” kata Ketua Presidium Nasional JAGAD, Agus Yusuf, Senin (29/4).
Tambahnya, maka selanjutnya yang perlu diwaspadai saat ini adalah indikasi jepentingan asing Menyusup di dalam rezim paska pesta demokrasi saat ini dengan target menuju chaos hingga menyusup dalam rezim untuk provokasi Darurat Sipil atau bahkan mengarahkan Dekrit Presiden mengambil alih dan melanggengkan kekuasaan sampai 5 tahun kedepan. Dimulainya dengan munculnya ide pemilu ulang yang tidak masuk akal, pemilu baru saja di laksanakan kenapa harus diulang, menimbulkan sebuah pertanyaan baru, jangan jangan ada yang sudah tau hasilnya “kalah” maka maunya pemilu diulang.
“Wacana pemilu ulang adalah ide gak logis, pemilu sudah terlaksana dan KPU sebagai penyelenggara tinggal menghitung hasilnya dengan jujur dan netral, kalau mau pemilu lagi ya tunggu 5 tahun lagi. Mari kita awasi bersama pasca Pilpres ini kinerja KPU dan Bawaslu,” ujar Agus.
Lanjutnya, terkait ajakan rekonsiliasi dari kubu pendukung 01, Agus Yusuf menambahkan tidak ada perselisihan diantara rakyat. Saat ini bukan saatnya rekonsiliasi, saat ini sama sama mengamati dan mengawasi hasil hasil pemilu, maka lebih baik kawal bersama kinerja KPU dan Bawaslu.
“Saat inilah independensi netralitas KPU benar benar akan teruji, maka seluruh rakyat indonesia menyimak dan mengamati kinerja KPU, agar benar benar menyajikan hasil yang nyata untuk Pemimpin pilihan rakyat yang sesungguhnya dari hasil yang sebenarnya,” jelas Agus Yusuf yang juga Komandan Gerakan Total for Prabowo Sandi.
Agus Yusuf juga memaparkan, Ini bisajadi menjadi sebuah rangkaian rencana terselubung, beberapa informasi yang masuk ada salahsatunya adalah indikasi rencana darurat sipil yang akan dilakukan oleh penguasa rezim saat ini, skenario darurat sipil hanya akan memperkeruh suasana chaos dan menciderai demokrasi di Indonesia.
“Ada indikasi Proxy War yang didalangi pihak pihak asing yang menginginkan perpanjangan proyek dan eksplorasi tanah air dan kekayaan bangsa Indonesia, yang menginginkan bangsa indonesia tercerai berai, maka perlu kita bersama mewaspadai Proxy war yang menyusup dalam memontum politik saat ini, Proxy War yang di susupkan melaui lembaga penyelenggara dan pengawas pemilu, Proxy War yang menyusup kedalam rezim penguasa, Proxy War yang menyelinap di dalam gejolak pemilu 2019,” tegas Agus.
Maka jika terjadi gerakan people power itu konstitusional, lanjut Agus, bukan sesuatu yang menakutkan, pemilu dan pengerahan massa adalah bagian dari people power.
“Dan apabila negara tidak bisa menjamin netralitas penyelenggara dan pengawas pemilu maka bersatunya rakyat indonesia menjadi sebuah jawaban, rakyat bersatu tak bisa dikalahkan,” pungkas Agus.
Jaringan Nasional Garda Depan (JAGAD) Relawan Nasional dengan tagline Gerakan Total for Prabowo Sandi yang sempat viral menantang ‘Perang Total’ Moeldoko dari TKN Jokowi Amin dalam Kompetisi Pilpres 2019.
JAGAD sendiri telah mendeklarasi bahwa Paslon 02 Prabowo-Sandi memenangi Pilpres 2019 berdasarkan hasil laporan data dari relawan JAGAD di 34 provinsi seluruh Indonesia, Prabowo-Sandi menang 54,5%. [swa]