Oleh: al-Ustadz Dr. H. Miftah el-Banjary, MA
Di banyak literatur kitab-kitab tasawuf, seperti di dalam kitab “Ad-Durah al-Kheridah Syarh el-Yaqout el-Faridah” oleh Imam Muhammad bin Fatha bin Abdul Wahid as-Susy at-Tathyifie dan kitab “El-Jawahir el-Ghawaly fi Zikr el-Asanid el-‘Awaly” oleh syekh al-Bariedy ada banyak penjelasan tentang talqin zikir.
Diantara salah satu riwayat atsar dimana Rasulullah pernah mengajarkan talqin Zikir dengan cara menyentuhkan tangan di dada Sayyidina Ali bin Abi Thalib sembari dia memejamkan mata dan menyerap kalimah tersebut. Demikian riwayatnya:
سأل علي رضي الله عنه النبي الله صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
فقال يا رسول الله: دلني على أقرب الطرق إلى الله تعالى وأسهلها على عباده وأفضلها عند الله تعالى. فقال يا علي عليك بمداومة ذكر الله تعالى في الخلوة.
فقال علي كيف أذكر يا رسول الله قال عليه الصلاة والسلام غمض عينيك واسمع مني ثلاث مرات ثم قل أنت ثلاث مرات وأنا أسمع. فقال النبي رسول الله صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: لا إله إلا الله ثلاث مرات مغمضا عينيه رافعا صوته وعلي يسمع ثم قال علي لاإله إلا الله ثلاث مرات مغمضا عينيه رافعا صوته والنبي رسول الله صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يسمع …
Sayyidina Ali bin Abi Thalib pernah bertanya pada Rasulullah, “Wahai Rasulillah, tunjukkan padaku satu jalan yang dapat mendekatkan diriku pada Allah dengan cara ibadah yang mudah dilakukan serta paling afdhal di sisi Allah.” Rasulullah bersabda: “Wahai Ali hendaknya engkau mendawamkan zikir kepada Allah dalam kesendirian.”
Sayyidina Ali bin Abi Thalib berkata, “Bagaimana caranya duhai Rasulullah saya berzikir?” Rasulullah menjawab,” Pejamkan matamu, simak aku tiga kali, lalu ucapkan hal serupa sebanyak tiga kali dan aku mendengarkannya.”
Nabi menyentuhkan tangan beliau ke dada Sayyidina Ali, lalu mengucapkan: لا إله إلا الله، لا إله إلا الله، لا إله إلا الله “Laailaha ilallah. Laailaha ilallah. Laailaha ilalllah.” Sayyidina Ali mendengarkan, kemudian mengikuti ucapan lafadz zikir yang sama sebagaimana halnya yang ditalqinkan oleh Rasulullah sebanyak 3 kali.
Begitulah kaifiyat zikir yang diajarkan oleh Rasulullah yang kemudian diajarkan oleh sayyidina Ali pada Hasan dan Husien, dilanjutkan generasi ke generasi ditradisikan dalam dunia sufi oleh Imam Hasan al-Bashri.
Dalam dunia thariqah, dikenal beberapa metode talqin zikir sebagaimana isyarat-isyarat yang pernah dipraktekkan oleh Rasulullah, diantaranya:
1. Menyentuhkan tangan seorang mursyid ke dada muridnya sembari ditalqinkan zikir dikenal dengan istilah “Mulamasah” (ملامسة).
2. Berjabat tangan biasa antara Mursyid dan muridnya dikenal dengan istilah “Mushafahah” (مصافحة).
3. Berjabat tangan dengan saling memasukkan jari jemari tangan antara Mursyid dan muridnya dikenal dengan istilah “Mu’anaqah” (معانقة).
4. Berjabat tangan dengan cara saling bertumpu satu sama lain dikenal dengan istilah “Mubaya’ah” (مبايعة)
Semua metode berba’ah ala sufi ini terdapat banyak sekali dalil-dalilnya di dalam al-Qur’an maupun hadits. Diantaranya dalilnya terdapat dalam surah al-Fath ayat 10, al-Fath ayat 18 dan al-Mumthahinah ayat 18.
Hampir semua thariqah-thariqah sufiyyah melakukan metode-metode baiat semacam itu dalam tradisi talqin zikir agar mendapat hubungan pertalian syafaat serta bimbingan spritual rouhiyyah dari para Mursyid agar mendapaktkan keselamatan di dunia dan akhirat.
Di dalam tradisi “Bait Zikr” dengan metode yang pertama “al-Mulamasah” banyak dipraktekkan di dalam Thariqah Naqsabandiyyah. Sedangkan metode kedua “al-Mushafahah” dan “al-Mu’anaqah” biasa dipraktekkan dalam Thariqah Samaniyyah.
Dan terakhir metode “al-Mubaya’ah” biasa dipraktekkan dalam tradisi thariqah “An-Naqsabandiyyah Al-Qadiriyyah”. Kebetulan alhamdulillah, al-faqir saya sendiri pernah dibait pada thariqah-thariqah tersebut.
Nah pertanyaannya, “Mengapa menyentuhkan tangan di dada bagi sesama lelaki (al-Mulamasah)?”
Sebab dada adalah simbol hati yang dapat menampung hakikat rahasia zikir serta hati adalah pandangan utama bagi Allah. Bukankah di dalam hadits shahih yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari: “Sesungguhnya Allah tidak lah memandang wajar rupa kalian, melainkan Allah menatap pada hati-hati kalian.”
Oleh karena itulah, pesan Tuan Guru Abdul Shomad yang juga merupakan seorang Mursyid thariqah Naqsabandiyyah Qadiriyyah menasehati Bapak Prabowo agar jangan sampai menjadikan hati menjadi kosong berzikir mengingat Allah. Beliau mengajarkan cara berzikir, kemudian membaitnya dengan cara menyentuhkan tangan beliau di dada mantan Jenderal itu.
Nasehat yang disampaikan oleh Tuan Guru Abdul Shomad bukan sekedar nasehat biasa, melainkan apa yang kita saksikan di siaran live Tv One eksklusif kemarin sore, saya melihatnya dalam persepsi seorang ustadz sebagai sebuah prosesi “Bait Zikir” serta deklerasi tradisi para ulama sufi menyambungkan silsilah sanad zikir bersambung hingga Rasulullah Saw.
Sentuhan tangan tersebut merupakan sebuah “Deklarasi Spritual” serta doa restu seorang Mursyid terhadap muridnya ketika akan mengemban amanah besar, sebagai calon Presiden RI terpilih insya Allah.
Meski sebelumnya, Bapak SBY dan Pak Yusuf Kalla pernah “dibait” langsung disentuh dadanya oleh Syekh Hisyam Kabbani. Dan juga demikian bang Sandiaga Uno. Namun, tidak bisa kita saksikan secara live seperti Pak Prabowo kemarin.
Hal tersebut sebuah simbol “Semiotic of Sufism” yang tidak akan bisa dipahami, terkecuali oleh mereka yang paham tentang tradisi para ulama mursyid sufi biasanya dalam mentarbiyah murid-muridnya melalui simbol-simbol zikir.
Saya merasa bersyukur, sekaligus terharu, sebab dalam sejarah kepemimpinan Indonesia, baru kali ini prosesi “Bait Zikr” terhadap calon pemimpin bangsa bisa saksikan secara live.
Semoga apa yang kita saksikan dialog eksklusif kemarin bukan sekedar dialog kemesraan antara seorang calon umara pada ulama, namun lebih jauh kita bisa menyaksikan sebuah “Deklerasi Spritual” penisbatan serta pengukuhan calon pemimpin yang akan diamanahi memimpin Indonesia Baru 2019 yang akan membawa Indonesia damai, penuh rahmat, kemajuan, kewibawaan dan kemenangan. Amin ya Rabb alamien.*