Oleh: Asyari Usman
Melihat berbagai rekaman video rapat umum Prabowo Subianto (PS) di banyak tempat, pikiran melayang ke cerita tentang orasi berapi-api menjelang kemerdekaan Indonesia 1945. Orasi Soekarno ‘tempodoeloe’. Di mana ada Soekarno, di situ ada lautan manusia.
Sungguh, rapat-rapat umum PS selama 6-8 bulan belakangan ini mirip seperti pidato-pidato pembangkit semangat ‘djoeang’ rakyat yang dahulu disampaikan oleh Soekarno. Massa rakyat datang berbondong-bondong, untuk menyaksikan Prabowo. Dan memekikkan “presiden, presiden”. Di masa Soekarno, teriakan itu “merdeka, merdeka”.
Karena itu, ada perasaan bahwa 17 April 2019 bukan tanggal biasa. Ada sesuatu yang “orphic” (teka-teki) di dalam tanggal ini. Tanggal 17 April mendatang bagaikan “disiapkan” untuk menjadi hari yang istimewa bagi rakyat.
Ada rasa bahwa 17 April 2019 nanti bukan lagi hari pemilu melainkan hari proklamasi “kemerdekaan kedua” bangsa Indonesia. Kelihatannya begitulah perasaan rakyat. Perasaan sedang “dijajah”.
Paling tidak, ada terlihat bahwa “kemerdekan pertama” 1945 sedang mengalami gangguan serius hari ini. Karena itulah, secara natural, berkembang gerakan untuk memperjuangkan “kemerdekaan kedua” itu.
Hebatnya, tanpa sengaja, kita semua memilih angka 17 untuk pilpres kali ini. Secara kebetulankah? Wallahu a’lam. Tapi, meskipun bulannya “April”, tanggal 17 itu membuka peluang untuk menafsirkan 17 April 2019 itu mengandung sesuatu yang “inscrutable”. Yang tak bisa diduga. Ada semacam kandungan yang sifatnya “mystical” (mistis).
Tapi, siapakah gerangan yang menjajah kita kalau 17 April nanti mau disebut hari “kemerdekaan kedua”?
Ini yang sangat menyedihkan. Sangat menyakitkan. Kita dijajah oleh kebodohan dan kecerobohan para pemimpin kita sendiri.
Kedaulatan negara ini bukan diambil paksa oleh Belanda atau Inggris. Kedaulatan itu kita serahkan kepada RRC secara baik-baik. Diserahkan tanpa ada korban di pihak China. Malahan, pihak Indonesialah yang harus berkorban.
Kedaulatan itu kita persembahkan kepada mereka dengan syarat bahwa orang RRC bisa masuk dan melakukan apa saja di Bumi Pertiwi. Kalau RRC membangun proyek industri atau infrastruktur, mereka harus boleh membawa pekerja dari negara mereka. Sayarat lain, mereka boleh mendapatkan e-KTP.
Syarat tambahannya, para ulama harus dipersekusi dan dikriminalisasi. Kemudian, logo partai komunis, Palu-Arit, harus dibiarkan bebas dipajang, disablon di kaus, atau dipasang sebagai bros (badge) oleh siapa saja. (Ini sudah terbukti muncul di mana-mana).
Itulah antara lain syarat penyerahan kedaulatan Indonesia kepada RRC. Alhamdulillah, berjalan lancar selama beberapa tahun ini. Sangat mudah dan menyenangkan bagi mereka, bagi RRC. Diperkirakan, penyerahan kedaulatan secara penuh akan rampung dalam lima tahun ke depan kalau Prabowo Subianto (PS) tidak menang pilpres nanti.
Nah, penyerahan kedaulatan kepada RRC itulah yang akan di batalkan oleh Prabowo. Perjuangan untuk merebut kembali kedaulatan ini, sangat berat. Saking beratnya, perjuangan ini terasa seperti merebut “kemerdekaan kedua”. Bahkan lebih berat. Sebab, si penjajah dibantu oleh para pengkhianat kelas tinggi.
Seluruh rakyat yang berakal sehat, alhamdulillah, mendukung perjuangan bersama Prabowo. Itulah sebabnya Prabowo di mana-mana disambut dan didaulat sebagai pemimpin gerakan “kemerdekaan kedua” itu.
Dengan izin Allah SWT, kemerdekaan akan direbut pada 17 April ini. Hanya dua pekan lagi kita menanti proklamasi “kemerdekaan kedua” itu. Amin, Allahuma amin ya Mujibassaailin. (*)