GELORA.CO - KPK kembali menetapkan tersangka kasus suap pengesahan APBD Perubahan Kota Malang tahun 2015. Mantan Sekretaris Daerah Kota Malang Cipto Wiyono menjadi tersangka ke-45 kasus rasuah berjamaah itu.
Cipto berperan bersama-sama mantan Wali Kota Mochammad Anton dan mantan Kepala Dinas Pekerjaan Umum, Perumahan dan Pengawasan Bangunan (PUPPB) Jarot Edy Sulistyo.
Juru bicara KPK Febri Diansyah menjelaskan, Anton memerintahkan Ciptono dan Jarot menyiapkan uang "ubo rampe" untuk pembahasan APBD Perubahan 2015
Ketua DPRD Arief Wicaksono meminta Rp 700 juta untuk pembahasan dan pengesahan APBD Perubahan.
Cipto lalu kemudian memerintahkan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) mengumpulkan uang. Juga memerintahkan Jarot mengumpulkan uang dari rekanan Dinas PU.
Setelah uang untuk DPRD tersedia, Cipto dan Arief membahas waktu pengesahan APBD Perubahan. "Waktu pengesahan diatur agar tak kentara terlalu cepat disetujui oleh DPRD," kata Febri.
Atas keterlibatannya, Cipto dijerat Pasal 5 ayat 1 huruf a atau huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi, juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Skandal suap ini menyeret hampir semua anggota DPRD Kota Malang. Awalnya, KPK menetapkan Jarot, Arief dan seorang pengusaha Hendrawan Kamaruzaman sebagai tersangka.
Gelombang kedua, KPK menetapkan 19 tersangka. Yakni Anton dan 18 anggota DPRD. Berikutnya, 22 anggota DPRD menyusul ditetapkan sebagai tersangka.
Wali Kota Diperiksa
Dalam penyidikan perkara Cipto, Wali Kota Malang saat ini, Sutiaji ikut diperiksa KPK. Pemeriksaan dilakukan di aula Rupatama, Polres Malang Kota, kemarin.
"Saya hanya memenuhi pemberkasan yang sudah-sudah, karena ini kan tersangkanya baru sehingga bersifat wajib, itu saja," kata Sutiaji.
Mantan Wakil Wali Kota itu menganggap tak ada pengembangan kasus baru. Penyidikan masih berkaitan dengan kasus suap APBD Perubahan tahun 2015.
"Ada fakta persidangan kemarin menyampaikan bahwa ada dana pokir (pokok pikiran) THR. Kemudian ada dana satu persen, itu saja. Sama seperti fakta sidang kemarin," papar Sutiaji.
Sutiaji dipanggil menjalani pemeriksaan bersama Sekda Kota Malang saat ini Wasto, dan Sekretaris Dinas Pendidikan Kota Malang, Totok Kasianto. Sebelumnya, ruang kerja Wasto sempat digeledah KPK.
Vonis Anggota DPRD
Hingga pekan lalu, Pengadilan Tipikor Surabaya telah menjatuhkan vonis kepada 28 anggota DPRD Kota Malang.
Majelis hakim yang dipimpin Cokorda Gede Arthana memvonis 7 anggota DPRD dengan hukuman 4 tahun 1 bulan penjara.
Mereka adalah Arief Hermanto, Choeroel Anwar, Suparno Hadiwibowo, Erni Farid, Teguh Mulyono, Choirul Amri, dan Harun Prasodjo.
Sementara Sony Yudhiarto dan Teguh Puji Wahyono masing-masing divonis 4 tahun 2 bulan penjara. Adapun Mulyanto 4 tahun 6 bulan penjara.
"Semua terdakwa dikenai denda sebesar Rp 200 juta subsider 1 bulan penjara," putus Cokorda.
"Yang meringankan, semua terdakwa mengakui perbuatannya, dan tidak berbelit-belit. Sementara pertimbangan yang memberatkan para terdakwa, yakni tidak mendukung program pemerintah dalam memberantas korupsi, serta merusak marwah dan citra DPRD Kota Malang," papar Cokorda.
Jaksa KPK menerima putusan hakim. Kecuali untuk perkara Sony Yudiarto. "Karena terdakwa Sony belum mengembalikan uang kerugian negara," ujarnya.
Sebelumnya, pada 19 Desember 2018 Pengadilan Tipikor menjatuhkan vonis kepada 18 anggota DPRD Kota Malang. Mereka dihukum penjara rata-rata selama 4 tahun dan hak politiknya dicabut.
Sementara 12 anggota DPRD Kota Malang lainnya masih menjalani persidangan. Pada 2 April lalu, jaksa KPKmembacakan tuntutan untuk terdakwa Diana Yanti, Sugiarto, Afdhal Fauza, Syamsul Fajrih, Hadi Susanto, Ribut Haryanto, Indra Tjahyono, Imam Ghozali, Mohammad Fadli, Bambang Triyoso, Asia Iriani, dan Een Ambarsari. Sama seperti lainnya, mereka dituntut hukuman 4 tahun penjara.
Para anggota DPRD itu dianggap terbukti menerima suap Rp 700 juta untuk kasus suap dan gratifikasi Rp 5,8 miliar untuk pengesahan APBD Perubahan 2015. Setiap anggota dewan menerima Rp 12,5 juta hingga Rp 50 juta. [rmol]