GELORA.CO - Komisi Pemilihan Umum (KPU) menolak permintaan Presiden Joko Widodo terkait soal polemik Ketua DPD Oesman Sapta Odang (OSO). Permohonan itu dikirim lewat surat Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Pratikno.
Isi surat itu meminta KPU untuk menjalankan putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta, terhadap OSO yang juga Ketua Umum Partai Hanura Oesman Sapta Odang untuk dimasukan dalam Daftar Calon Tetap (DCT) Anggota DPD Periode 2019-2024.
Latas apakah bisa Presiden Jokowi berkirim surat ke KPU untuk menjalankan putusan PTUN?
Komisioner KPU, Hasyim Asyari menjelaskan kenapa Presiden Jokowi bisa mengirmkan surat ke KPU. Kata dia, awalnya Ketua PTUN mengirimkan surat lebih dulu ke Presiden Jokowi untuk memberitahukan, mengenai sikap KPU yang tidak menjalankan putusan. Karena dianggap mengabaikan nama OSO tidak dimasukan dalam DCT.
“Ketua PTUN meminta kepada presiden supaya menyanpaikan ini kepada KPU supaya dilaksanakan,” ujar Hasyim di Bareskrim Polri, Jakarta, Kamis (4/4).
Atas dasar itu, lanjut Hasyim, Presiden Jokowi lewat Mensesneg Pratikno mengirimkan surat ke KPU. Kemudian, KPU juga telah merespons surat tersebut pada pekan lalu. Isinya adalah KPU tidak memasukan nama OSO di DCT karena adanya putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 30/2018 yang melarang calon Anggota DPD memiliki jabatan kepengurusan di partai politik.
“Kami sampaikan dalam hal perkara ini ada putusan MK yang menyatakan seperti itu. Bahkan kalau tidak mengikuti putusan ini, maka dianggap sebagai pembangkangan terhadap konstitusi,” katanya.
Hasyim juga menjelaskan, surat dari Presiden Jokowi ini sifatnya hanya menyampaikan bukan arahan atau intervensi untuk kasus OSO. Pasalnya KPU independen tidak bisa dintervensi oleh siapapun.
“Seperti yang sudah saya sampaikan, KPU bukan anak buahnya Presiden Jokowi. Maupun DPR,” pungkasnya.
Diketahui, polemik antara PTUN Jakarta dan KPU berawal dari gugatan Ketua Umum Partai Hanura OSO. Dalam putusan itu Majelis hakim PTUN Jakarta mengabulkan perkara sengketa proses pemilu yang diajukan OSO.
Isi putusannya adalah memerintahkan KPU menerbitkan DCT anggota DPD baru yang memasukan nama OSO. Dalam putusan perkara Nomor 242/G/SPPU/2018/PTUN.JKT, majelis hakim PTUN Jakarta juga membatalkan keputusan KPU Nomor 1130/PL.01.4-Kpt/06/KPU/IX/2018 tentang penetapan DCT Pemilu Anggota DPD Tahun 2019.
Bawaslu pun telah memutus sengketa tersebut. Bawaslu memerintahkan KPU memasukkan OSO dalam DCT anggota DPD Pemilu 2019. Namun, KPU terus beralasan menjalankan putusan MK yang melarang calon Anggota DPD rangkap jabatan di kepengurusan partai politik. Sehingga tim kuasa hukum OSO melaporkan komisioner KPU ke Polda Metro Jaya.
Berikut sejumlah kutipan dari surat yang beredar luas di kalangan wartawan itu:
Bersama ini dengan hormat kami sampaikan bahwa dengan berdasarkan Pasal 116 ayat (6) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 sebagaimana telah beberapa kali dibahas terakhir dengan Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009. Ketua Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta dengan surat Nomor W2.TUN1.704/HK/III/2019 tanggal 4 Maret 2019 kepada Presiden menyampaikan permohonan agar memerintahkan Komisi Pemilihan Umum (Tergugat) untuk melaksanakan putusan yang telah berkekuatan hukum tetap (inkracht) yaitu Putusan Pengadiian Tata Usaha Negara Jakarta Nomor 242/G/SPPU/2018/PTUN-JKT.
Sehubungan dengan hal tersebut, dan berdasarkan arahan Bapak Presiden, maka kami sampaikan surat Ketua Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta dimaksud beserta copy Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta Nomor 242/G/SPPU/2018/PTUN-JKT yang telah berkekuatan hukum tetap kepada Saudara untuk ditindaklanjuti sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
Atas perhatian Ketua Komisi Pemilihan Umum, kami ucapkan terima kasih.
Menteri Sekretaris Negara
Pratikno [jp]