Oleh : Hersubeno Arief
Mata seluruh rakyat Indonesia hari ini Sabtu (13/4) sedang tertuju ke stadion Gelora Bung Karno (GBK) Jakarta. Banyak yang menanti-nanti, benarkah sesumbar para petinggi TKN seperti Muhaimin Iskandar dan Moeldoko bisa terwujud.
Muhaimin berjanji akan mendatangkan massa tiga kali lipat jumlahnya dibandingkan massa kampanye Prabowo-Sandi pekan lalu (7/4). Jadi paling sedikit 3 juta orang.
Moeldoko sesumbar massa akan membludak sampai sepanjang Jalan Thamrin. Jika Bundaran Hotel Indonesia (HI) yang jadi patokannya, jaraknya sampai GBK sekitar 6.5 Km.
Mereka tidak main-main dengan rencana tersebut. Bagaimanapun kampanye hari terakhir ini merupakan pertaruhan hidup mati bagi kubu TKN dan Jokowi.
Jika sampai gagal, mereka akan kehilangan muka. Pilpres sudah selesai. Ini kampanye di ibukota, pusat kekuasaan Jokowi. Media massa dunia akan mengamati dengan seksama.
Mereka sangat menyadari Jakarta menjadi sebuah indikator. Siapa yang memenangkan Jakarta, akan memenangkan Pilpres. Boleh kalah di tempat lain, tapi tidak boleh kalah di Jakarta.
Sejauh ini pendukung pasangan Prabowo-Sandi sudah bisa membuktikan. Kampanye Akbar yang mereka gelar Ahad (7/4) berhasil mengumpulkan lebih dari satu juta orang. GBK dan kawasan di sekitarnya mereka ubah menjadi lautan putih.
Lautan massa pendukung Prabowo di GBK mencatat rekor sebagai kampanye politik terbesar di Indonesia.
Foto-foto dan videonya menyebar ke seluruh penjuru negeri dan dunia. Kantor berita Reuters menjadikan peristiwa itu sebagai salah foto terbaik di dunia. The best world picture of the day. Sebuah foto yang ikonik. Seorang pendukung mengacungkan salam dua jari dengan latar belakang lautan massa di GBK.
Secara psikologis kubu Paslon 01 saat ini sangat tertekan. Sepanjang masa kampanye terbuka sejak tanggal 24 Maret, mereka kesulitan mengerahkan massa pendukungnya. Termasuk di Solo, kampung halaman Jokowi.
Sebaliknya kampanye Prabowo-Sandi massa yang hadir, selalu melimpah ruah. Di Solo Prabowo juga bisa membuktikan, massa pendukungnya yang hadir mengalahkan jumlah massa pendukung Jokowi.
Ada yang menyebut jumlah massa Prabowo yang hadir di Solo dua kali lipat massa Jokowi. Namun ada yang menaksir jumlahnya sampai tiga kali lipat.
Situasi ini sangat menekan Jokowi. Jika sampai konser di GBK gagal, Jokowi dipastikan semakin tidak percaya diri menghadapi debat terakhir yang akan berlangsung pada malam harinya. Siap-siap mencari metafora lain untuk mengibarkan bendera putih. Tidak cukup hanya mengatakan rantai sepedanya putus. Harus ada metafora yang lebih tepat dan tegas.
Untuk mewujudkan hal itu TKN benar-benar all out. Semua kantung massa dikeruk, pundi-pundi uang juga dibongkar dan digelontorkan habis-habisan.
Semua partai pendukung dikerahkan untuk membuat panggung di sepanjang Jalan Thamrin dan Sudirman tanpa terkecuali.
Untuk membuat kemeriahan sepanjang Bundaran HI sampai jalan simpang susun Semanggi ruas kiri yang mendapat tugas adalah PDIP, PPP, PKPI, Perindo , dan PSI.
Sementara ruas sebelah kanan yang mendapat tugas membuat panggung dan menggelar berbagai pertunjukan Golkar, PKB,Hanura, Nasdem,PBB.
Dilihat dari massa pendukungnya yang paling rill hanya PDIP dan PKB. Itupun PKB harus mengerahkan massa dari Jatim dan Jateng karena Jakarta bukan basis mereka.
Partai lain seperti Golkar yang lumayan punya massa, kondisi internalnya terpecah dan banyak yang sudah menyeberang ke kubu 02.
Partai lain seperti PPP, Nasdem, Hanura, Perindo, apalagi PBB, PSI dan PKPI sulit diharapkan. Boro-boro mengerahkan massa. Mereka sendiri tengah dipusingkan kemungkinan tidak lolos ke parlemen.
Bagaimana dengan massa di GBK? TKN kelihatannya sudah punya solusi setelah gagal melakukan mobilisasi 150 ribu karyawan BUMN. Sebagai gantinya sejumlah pengusaha di sekitar Tangerang, Bekasi dan Cikarang diminta mengerahkan karyawannya.
Mereka yang libur diminta hadir. Sementara yang masuk dibuat shift bergiliran. Disiapkan bus, kaus, makan siang, plus uang saku yang sangat lumayan.
Skenarionya setidaknya tergambar dari permintaan Sofjan Wanandi ( Lim Bian Khoen) kepada para pengusaha yang tergabung dalam Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) beberapa waktu lalu.
Di luar itu, sejumlah massa dari Jatim dan Jateng, Jabar, Banten, dan Lampung juga akan dikerahkan. Massa terbesar akan datang dari PKB yang berafiliasi dengan NU.
Tidak perlu terkejut jika sejak kemarin sampai pagi ini kita menyaksikan ratusan, bahkan ribuan bus mengular ke GBK, Jalan Sudirman dan Thamrin.
Dengan kapasitas bus 50 tempat duduk, untuk memenuhi GBK sebanyak 150 ribu orang diperlukan 3.000 bus. Bila sampai melimpah ke Jalan Thamrin, atau katakanlah sekitar tiga juta orang, diperlukan 60.000 bus. Suasananya akan melebihi arus mudik. Itu kalau skenario mereka terlaksana.
Tidak menyembuhkan
Lepas terbukti atau tidaknya sesumbarnya TKN, fenomena yang akan kita saksikan di GBK adalah wujud nyata dari kepanikan kubu paslon 01.
Pengerahan massa ini hanya semacam panadol, obat sakit kepala untuk Jokowi. Tapi tidak menyembuhkan penyakit utama yang diderita Jokowi. Kampanyenya sepi dimana-mana. Rakyat sudah meninggalkannya.
Kate Lamb wartawan media Inggris The Guardian menulis artikel berjudul : Joko Widodo: how ‘Indonesia’s Obama’ failed to live up to the hype. Dia menggambarkan Jokowi seperti seorang Obama asal Indonesia yang gagal. Sangat populis ketika awal tampil dan memenangkan Pilpres 2014, namun dia gagal memenuhi ekspektasi publik.
Beberapa hari lalu media massa memberitakan kampanyenya di GOR Ciracas, Jaktim (10/4) hanya dihadiri sekitar 1.000-2.000 orang. Ini kampanye calon kepala desa, apa kampanye capres?
Sehari sebelumnya TKN hanya mengutus Wamen ESDM Archadra Thahar menghadiri kampanye di Padang, Sumbar. Jokowi, apalagi Ma’ruf Amin tak berani hadir karena sudah tahu kampanye itu bakal sepi. Ketimbang dipermalukan, lebih baik tidak datang.
Mobilisasi massa bayaran ke GBK yang dilakukan oleh TKN ini sungguh berbahaya. Mereka mencoba menipu, meninabobokkan Jokowi, sambil menipu diri sendiri.
Para petinggi TKN tidak sadar, ada potensi mereka akan ditipu oleh publik yang coba mereka tipu.
Mengumpulkan massa cair semacam ini bahayanya sangat besar. Sudah terbukti berkali-kali mobilisasi massa bayaran ini bisa menjadi bumerang yang berbalik menyerang mereka.
Pada Harlah Muslimat ke-73 di GBK (27/1) puluhan ribu massa dari berbagai daerah didatangkan. Jokowi hadir dan berharap mendapat dukungan dari massa Muslimat NU. Namun di sejumlah video viral di medsos, banyak yang mengacungkan salam dua jari di GBK. Salam dua jari bahkan sudah dimulai di atas bus yang membawa mereka dari Jatim, Jateng, Jabar, Banten, dan Lampung.
Kejadian serupa terulang ketika Jokowi menggelar kampanye di Dumai Riau (27/3). Massa dari berbagai daerah didatangkan. Hal itu terlihat dalam no plat kendaraan ratusan bus yang membawa massa. Jokowi sangat bangga melihat massa yang membludak. Dia yakin akan menang.
Apa yang terjadi? Ketika Jokowi asyik berselfie ria bersama Ny Iriana, sejumlah anak muda di bawah panggung mengacungkan salam dua jari. Yang lebih mengejutkan seorang pria muda tanpa rasa takut naik ke atas panggung mengacungkan salam dua jari di hadapan Jokowi. Pasukan Pengaman Presiden terpaksa turun tangan.
Jokowi juga membatalkan rencananya hadir dalam final Piala Presiden yang mempertemukan Arema Malang Vs Persebaya Surabaya Jumat malam (12/4) di Stadion Kanjuruhan Malang. Dia tampaknya khawatir peristiwa buruk yang menimpa sekutunya Gubernur Jabar Ridwan Kamil terulang.
Saat itu ribuan bobotoh Bandung meneriakkan yel-yel “Prabowo-Prabowo” ke Ridwan Kamis dan istrinya. Bayangkan, di kandang sendiri Ridwan Kamil dipermalukan.
Peristiwa serupa bukan tidak mungkin terulang di GBK. Ribuan orang yang hadir bukan mendukung Jokowi, tapi malah mengacungkan salam dua jari. Bisakah Paspampres mengantisipasinya.
Sayup-sayup dari Tribun terdengar alunan lagu “Naik-naik Prabowo-Sandi. Turun-turun Jokowi!”
Lagu yang semula terdengar lirih itu kian lama kian keras dan menggemuruh menggetarkan seantero GBK. Mengalahkan suara Group Band Slank yang sedang menyanyikan salah satu lagu hitsnya.
kita harus pulang aku nggak mau nanti disalahkan
di cap jelek sama keluargamu di musuhi sama mama mu
kamu harus cepat pulang jangan terlambat sampai dirumah
kamu harus cepat pulang walau sedang nikmati malam ini
mereka tak pernah mengerti, mereka tak mau mengerti, mereka nggak akan mengerti…… (*)