YANG terhormat rakyat Indonesia yang telah berjuang sekuat tenaga untuk memastikan bahwa Prabowo adalah presiden rakyat, kemenangan akan kita peroleh jika kita terus berdoa dan merapatkan barisan. Berdoa agar Allah SWT memberi pertolongan.
Saat ini saya mencermati manuver Susilo Bambang Yudhoyono dari Singapore, dengan alasan surat bocor yang mengkritik model Kampanye Akbar di GBK, Minggu 7 April 2019, yang dia sebut tidak "inklusif", saya meyakini bahwa SBY sedang berusaha mengambil kontrol "political game" ini ketangan elite-elite khususnya elite partai di mana SBY akan menempatkan dirinya sebagai sentral.
Manuver SBY ini adalah fallacy atau sesuatu yang tidak masuk akal. Kenapa? Karena ia ingin mengorbankan penderitaan rakyat dan upaya rakyat yang hampir 5 tahun ini menghendaki perubahan total. SBY ingin menjadi agenda-agenda bertema rakyat hanya digunakan untuk merebut kekuasaan, setelahnya rakyat ditinggalkan.
Saya yang mengenal SBY sejak Kolonel, tidak ikhlas cara-cara seperti ini kembali terulang, yakni rakyat hanya alat menggapai kekuasaan. Sekali lagi alat. Seharusnya SBY melihat glora perjuangan rakyat selama ini telah menempatkan anaknya, AHY sebagai tokoh sentral, sekjennya sebagai tokoh sentral, yang akan menata bangsa ini ke depan dalam suasana inklusif.
Namun, dengan surat SBY yang menghina gerakan sejuta rakyat di GBK ini, SBY akan/telah melemparkan partainya, dan bahkan dirinya, kembali menjadi pinggiran.
Persoalan pokok saat ini adalah pertarungan mazhab nasionalistik Prabowo Subianto melawan kaum Globalis dunia yang dikontrol 3 setan besar (WTO, IMF dan WB).
Mazhab Nasionalistik PRABOWO ini bersandar pada sejarah perjuangan bapaknya dan kakeknya dan buyutnya yang memang mengutamakan nasionalisme pribumi, dan bersandar pada kekuatan Islam di bawah spirit 212, dan di bantu pemikir-pemikir kerakyatan, seperti Dr Rizal Ramli, Tejo Edhi, Pigai, Adhyaksa Dault, Kaban, dan lain-lain.
Tentu kemenangan Prabowo (jika Allah menghendaki) akan menakutkan kaum globalis yang mereka hanya ingin mempertahankan mazhab pembangunan ala neoliberal dan pengisapan sumber-sumber daya alam kita (neoklonialisme).
Melalui pikiran ini, saya ingin menyampaikan kepada SBY bahwa tontonlah film "the last Mohican", sebuah film yang mengajarkan kehormatan bagi sebuah bangsa dalam menjaga keberlangsungannya. Atau, ingatlah pesan Bung Hatta, "Lebih Baik Bangsa Kita Tenggelam di Bawah Samudera, Daripada terus Dijajah".
Kepada kaum pejuang para rakyat dan umat Islam, kita kokohkan perjuangan. Terus berjuang. Kendalikan perjuangan. Jangan lepaskan kemenangan kepada manusia peragu. Berjalan terus, ada atau tanpa ada SBY.
Kita harus mengawal kemenangan kita: Kemenangan Rakyat, bukan Kemenangan Elite!
Salam Hormat. []
Penulis adalah Direktur Eksekutif Sabang Merauke Circle [rmol]