GELORA.CO - Sepanjang tahun 2017, PT Freeport Indonesia melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PH) karyawan tetap sebanyak 4.909 orang karena tidak mendapatkan izin ekspor oleh Pemerintah Indonesia.
PHK yang dilakukan PT Freeport berbagai macam jenis, ada yang terkena furlough atau dirumahkan dengan menerima tawaran PHK sukarela, hingga karena mogok kerja secara massal dianggap telah mengundurkan diri.
Dari 4.909 karyawan yang dipecat, sebanyak 609 karyawan terkena furlough setelah menerima tawaran PHK secara sukarela oleh PT Freeport. Selain itu, sebanyak 3.274 karyawan di PHK karena telah melakukan mogok kerja. Sedangkan 1.026 karyawan lainnya menerima secara sukarela tawaran PHK dengan imbalan tertentu dari PT Freeport.
Sebelum di PHK, 4.909 karyawan tersebut telah dihapus status karyawan tetapnya dari PT Freeport pada pertengahan tahun 2017 hingga pada 29 September 2017 mereka dinyatakan di PHK.
Namun, terdapat 218 karyawan yang terkena furlough tidak mau menerima tawaran PHK secara sukarela. Nasib 214 karyawan tersebut kini dipertaruhkan lantaran terdapat empat karyawan dari 218 karyawan tersebut telah mendapat keputusan di Pengadilan Hubungan Industrial pada 28 Februari 2019 yang menyatakan secara sah keempat karyawan tersebut di-PHK.
"Berdasarkan Pasal 164 Ayat 1 UU Ketenagakerjaan menyatakan bahwa PHK dengan alasan efisiensi maka sebuah perusahaan itu harus menderita kerugian selama 2 tahun berturut-turut atau karena perusahaan itu mau tutup baru boleh melakukan PHK dengan alasan efisiensi," ucap Zulfallah, salah satu karyawan PT Freeport yang terkena Furlough namun belum di PHK kepada Kantor Berita Politik RMOL, Jumat (26/4).
Keputusan pengadilan tersebut dinilai tidak adil karena PT Freeport menggunakan alasan efisiensi tenaga kerja. Padahal, berdasarkan data yang didapat pihaknya bahwa PT Freeport tidak sedang mengalami kerugian, bahkan sepanjang tahun 2016 hingga 2018, PT Freeport mengalami keuntungan yang sangat besar. Selain itu, sistem furlough yang diterapkan PT Freeport juga tidak ada di dalam UU Ketenagakerjaan.
"Sedangkan fakta-fakta yang kami temukan di pengadilan kami mengatakan bahwa perusahaan (PT Freeport) tidak pernah menderita kerugian, bahkan terus-menerus keuntungannya bertambah dari tahun 2016, 2017, 2018," jelas Zulfallah.
Tidak hanya itu, keputusan hakim Pengadilan Hubungan Industrial juga menyatakan uang pesangon yang akan diterima keempat karyawan tersebut akan dipotong dengan uang pensiun yang telah diterima sebelum dinyatakan sah di-PHK oleh pengadilan. Padahal, keempat karyawan tersebut mengaku belum menerima uang pensiunan.
"Di sini pengadilan menyatakan bahwa PHK adalah sah dan disamping itu juga ada yang membuat kami kaget bahwa keputusannya mengatakan biaya pesangon juga harus dikurangi dengan uang pensiun kami yang belum pernah kami terima, sehingga ini keputusan yang artinya menzalimi kami bertubi-tubi," tegasnya.
Melihat banyaknya kejanggalan di putusan Pengadilan Hubungan Industrial tersebut yang memenangkan PT Freeport, keempat karyawan tersebut telah mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung. Tidak hanya itu, keempat karyawan tersebut juga mengadukan peristiwa tersebut kepada Komnas HAM untuk mendapatkan perlindungan hukum karena dianggap PT Freeport telah merampas hak-hak pekerja sesuai UU Ketenagakerjaan. [rmol]