BMPPAB: Biarkan 17,5 Juta DPT Bermasalah, Pilpres Berpotensi Chaos!

BMPPAB: Biarkan 17,5 Juta DPT Bermasalah, Pilpres Berpotensi Chaos!

Gelora Media
facebook twitter whatsapp

GELORA.CO - Barisan Masyarakat Peduli Pemilu Adil dan Berintegritas (BMPPAB) telah menemukan adanya potensi kecurangan yang secara signifikan dapat mempengaruhi hasil Pemilu 2019. Salah satunya pada Daftar Pemilih Tetap (DPT).  

"Ditemukannya data pemilih dengan tanggal kelahiran 1 Januari, 1 Juli dan 31 Desember dalam jumlah yang sangat besar. Masing-masing berjumlah 2,3 juta, 9,8 juta dan 5,4 juta dengan total sekitar 17,5 juta," papar koordinator BMPPAB, Marwan Batubara melalui siaran pers, Rabu pagi (10/4). 

Data yang tidak wajar tersebut berasal dari data invalid, data ganda, dan data yang tidak melalui proses coklit (pencocokan dan penelitian). 

"Sebagai contoh, ditemukan di sebuah TPS adanya 228  orang yang lahir pada tanggal yang sama. Keanehan ini terdapat pada ribuan TPS yang terkonsentrasi pada daerah-daerah tertentu," jelasnya. 

Temuan lainnya BMPPAB, yaitu dugaan duplikasi data Kartu Keluarga (KK) dan/atau Nomor Induk Kependudukan (NIK), sehingga berimplikasi pada jumlah DPT ganda dalam jumlah jutaan pada lima provinsi di Pulau Jawa.

Ada pula temuan data KK yang manipulatif di mana satu KK berisi ratusan hingga ribuan orang. Temuan DPT invalid ini terjadi di beberapa wilayah dengan konsentrasi jumlah kasus terbesar di wilayah Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat, Banten dan Yogyakarta. Bila ditambah dengan beberapa wilayah lain, total akumulasi dugaan DPT tidak wajar meliputi sekitar 17,5 juta kasus.

"Ini manipulasi serius yang melanggar Pasal 488 UU 7/2017 tentang Pemilu," tegas Marwan. 

Marwan menekankan, temuan DPT yang mengandung banyak ketidakwajaran, tidak logis dan invalid ini dapat mengancam presiden-wakil presiden terpilih kehilangan legitimasi dari rakyat. 

"Jika ini terjadi, maka hampir pasti akan terjadi chaos yang jika tak terkendali akan berujung ke arah terjadinya people power, bahkan bisa saja meluncur menjadi revolusi," terangnya. 

Pemerintahan yang tidak mendapatkan dukungan rakyat akan berada dalam posisi sangat lemah dan rawan untuk dijatuhkan oleh gerakan people power. Jika ini sampai terjadi, maka negara bangsa yang diletakkan dasar-dasarnya oleh para pendiri bangsa dapat berakhir menyusul nasib Uni Sovyet dan Yugoslavia.

"Kita semua tidak ingin itu semua terjadi. Dan kita semua berharap Indonesia tetap utuh dalam damai dan persatuan," ujarnya. 

Maka dari itu, untuk mencegah chaos maka BMPPAB  meminta KPU dan seluruh lembaga terkait, khususnya Kementerian Dalam Negeri untuk segera menyelesaikan persoalan DPT bermasalah. 

Menurut dia, KPU Pusat tidak cukup hanya melakukan coklit melalui seluruh aparat yang dimiliki, tetapi juga harus turun ke lapangan dalam rangka validasi dan verifikasi data DPT secara akurat. 

Metode kredibel yang digunakan untuk perbaikan dan penyelesaian masalah DPT tersebut pun harus disiapkan secara seksama dan diumumkan kepada publik.

Lebih lanjut Marwan mengingatkan, sesuai dengan keputusan Rapat Pleno KPU tanggal 15 Desember 2018, DPT Final seharusnya ditetapkan dan diumumkan pada tanggal 17 Maret 2019. 

"Faktanya, saat ini batas waktu tersebut telah terlewati dan DPT Final tak kunjung ditetapkan," imbuhnya. 

Padahal, masih kata Marwan, sesuai prinsip Pemilu demokratis “one man one vote”, maka setiap suara dari 17,5 juta DPT bermasalah tersebut harus dicoklit, untuk diverifikasi dan divalidasi satu per satu.

"Validasi 17,5 juta DPT bermasalah tidak cukup hanya dilakukan melalui proses sampling seperti yang dijelaskan oleh komisioner KPU, Viryan Aziz pada saat seminar pada 26 Maret 2019 di gedung DPR," tegasnya. 

Itu sebabnya, dengan waktu tersisa menuju Pemilu 2019 tinggal delapan hari lagi, BMPPAB menuntut KPU, pemerintah dan DPR untuk segera membuat keputusan atas DPT bermasalah di atas. 

Pertama, agar seluruh 17,5 juta DPT yang bermasalah segera dihapus dari DPT Pemilu 2019, dan dilakukan verifikasi ulang untuk selanjutnya dimasukkan dalam DPK (Daftar Pemilih Khusus).

Kedua, memastikan TPS-TPS tambahan untuk disiapkan di lapas, rumah sakit dan panti sosial bagi warga negara Indonesia. Pada saat yang sama memastikan bahwa data pemilih bagi yang pindah di TPS tambahan tersebut dicoret di alamat asalnya.

Ketiga, untuk kepentingan penyelenggaraan Pemilu yang konstitusional dan dapat mengakomodasi berbagai perubahan pada butir 1 dan 2 di atas, terlebih dahulu perlu disiapkan payung hukum yang ditetapkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Terakhir, BMPPAB meminta Komisi II DPR memanggil KPU untuk menjamin selesainya DPT Final sebelum Pemilu 2019, termasuk menyelenggarakan RDPU yang melibatkan para narasumber dan pakar yang berbicara pada seminar.

"Kami juga mendesak dan mendorong Bawaslu untuk memperkuat pengawasan terhadap KPU. Dan kami juga mengajak seluruh elemen masyarakat dan segenap rakyat Indonesia untuk terlibat aktif menyuarakan tuntutan di atas," ujarnya. 

Namun pada saat yang sama, BMPPAB berharap masyarakat juga berperan aktif untuk mengawasi dan memverifikasi calon pemilih dengan mencocokkan DPT dengan calon pemilih di TPS masing-masing.

BMPPAB khawatir jika 17,5 juta DPT bermasalah ini tidak segera diperbaiki dan terdapat bukti-bukti yang telak diyakini telah menjadi faktor kemenangan paslon tertentu, maka dapat memicu terjadinya keributan, chaos atau situasi yang membahayakan kehidupan seluruh rakyat Indonesia.

BMPPAB sendiri merupakan gabungan sejumlah organisasi yaitu RGP, API, APPSI, BKMT, APTSI, DSKS, Laskar TPS, BSU,  UPN, FORSAP, TUWAI, TPM dan REKAT Indonesia. [rmol]
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita