GELORA.CO - Tingkat keterisian (okupansi) di Bandara Internasional Jawa Barat (BIJB) Kertajati masih di bawah rata-rata. Hal ini pun membuat Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Barat turun tangan.
Pemprov meminta agar Aparatur Sipil Negara (ASN) menggunakan Bandara Kertajati untuk setiap perjalanan udara. Lantas, apa sih masalah yang membuat bandara sepi?
Dirangkum detikFinance, Kamis (4/4/2019) ini ulasan selengkapnya:
Kata Pengamat
Pengamat Penerbangan Alvin Lie menilai sepinya bandara karena persiapan awal yang tidak matang. Menurutnya pembangunan Bandara Kertajati merupakan proyek yang mengabaikan aspek ekonomi. Sebab, tak ada konsultasi perencanaan untuk menghitung daya tarik baik dari masyarakat dan juga maskapai penerbangan.
"Kertajati itu pembangunan mengabaikan aspek ekonomi. Jadi saat membangun apakah tidak konsultasi dengan maskapai? Apakah sudah menghitung daya tarik siapa saja yang akan menggunakan jasa penerbangan karena itu ada hitung-hitungannya," kata dia kepada detikFinance, Rabu (3/4/2019).
"Sejak awal tidak lengkap perhitungan dan tidak matang persiapan. Targetnya cuma jadi bandaranya tapi what's next?" sambung dia.
Alvin pun mengungkapkan, beberapa penerbangan mengalami kerugian akibat membuka rute dari bandara tersebut. Pasalnya, berdasarkan informasi yang ia terima terdapat penerbangan dengan kapasitas 160 orang hanya terisi oleh 4-6 orang.
"Maskapai membuka rute baru dari Kertajati terbukti terbang beberapa kali rugi. Penumpang 4-6 orang dengan kapasitas 160 orang, itu kan rugi dan akhirnya memberhentikan rute," terang dia.
Dari beberapa rute yang ditutup tersebut ternyata juga berdampak pada sepinya gerai-gerai di dalam bandara. Alhasil, bandara Kertajati semakin dinilai tidak menarik bagi calon penumpang.
"Gedung terminal jadi sepi, tidak ada gerai-gerai, semakin tidak ada, semakin tidak menarik dan nggak ada apa-apa kan kalau lagi nunggu bandara," tutup dia.
Pengelola Akui Bandara Sepi
Sepinya bandara juga diakui oleh Direktur Keuangan dan Umum BIJB Muhamad Singgih. Menurut dia, saat ini, rata-rata okupansi penumpang hanya sekitar 30%.
"Iya masih rendah. Sejak beroperasi secara komersial dari semester dua 2018, okupansi memang belum terdongkrak naik. Secara rute memang sudah terbentuk lebih dari 10. Tapi load factor masih rendah, nggak lebih dari 30%," kata dia kepada detikFinance, Rabu (3/4/2019).
Untuk mengatasi hal itu, kata Singgih, pihaknya terus melakukan sosialisasi serta publikasi dengan masyarakat daerah sekitar. Dengan begitu harapannya bisa meningkatkan okupansi di Bandara Kertajati.
"Upaya terus dilakukan dengan daya dukung yang ada, sosialisasi dan publikasi lewat media. Sosialisasi ke seluruh Pemda-Pemda di catchment area, mensosialisaikan ke ASN, iklan radio di Cirebon dan di kota-kota tujuan rute, kegiatan rutin (jawara, gowes dsb), sosialisasi lewat medsos dan sebagainya," ungkapnya.
Apa Masalahnya?
Sepinya bandara dilihat oleh Pengamat Penerbangan Alvin Lie, karena kurangnya promosi dari pihak pengelola. Sehingga tidak adanya penumpang yang berminat naik dari Kertajati.
"Kurang promosi, marketing. Apalagi, daerah juga nggak mempromosikan seperti apa, nggak membuktikan orang dari luar daerah untuk mengagumi daerah (Kertajati) seperti apa," kata dia kepada detikFinance, Rabu (3/4/2019).
Lie mengatakan agar pihak pengelola bisa mempromosikan bandara lebih gencar lagi, misalnya dengan membangun imej yang jelas. Sebab selama ini ia menilai Kertajati masih tak jelas arah pembangunannya.
"Cari konsultan yang benar dan betul komitmen untuk memasarkan Bandara Kertajatinya. Jadi pemasaran secara komprehensif, target pasar seperti apa, pesawat penumpang atau kargo posisinya," ungkap dia.[dtk]